Nama ”Khazar”
(Khazaria: Arab) berkaitan dengan kata kerja bahasa Turki yang berarti
”mengembara” (gezer dalam bahasa Turki modern). Pada abad ke-7 M mereka
mendirikan sebuah Khaganat (nama kerajaan Khazar) yang mandiri di Kaukasus
Utara di sepanjang Laut Kaspia. Pada puncak kejayaannya, mereka dan
cabang-cabang mereka menguasai sebagian besar dari wilayah Rusia selatan
sekarang, Kazakhstan barat, Ukraina timur, dan sebagian besar Kaukasus
(termasuk Dagestan, Azerbaijan, dan Georgia), serta daerah Krim. Bangsa Khazar
memasuki catatan sejarah ketika mereka memerangi bangsa Arab dan bersekutu
dengan Kekaisaran Bizentium pada 627 M (hal 10).
Semesta Religiositas
Menjajaki sejarah
Khazar bagai menyelami laut keruh dan bahkan hitam. Kepastian sejarah yang bisa
diandalkan belum bisa diyakinkan. Karena itu, hadirnya novel ini menjadi
istimewa di tengah kebingungan para sejarawan mencari fakta. Pavic sangat lihai
mencampuradukkan sejarah dengan fiksi melalui novel bergenre baru dengan
eksperimen-postmodern yang belum dilakukan oleh novelis lain. Cara penyusunan
yang unik dan sangat rapi, seperti sebuah ensiklopedia, menjadi keistimewaan
yang tinggi dalam novel ini.
Novel ini secara
spesifik mengambil fase pergolakan kehidupan Khazar di abad ke-9 M hingga awal
abad ke-10 M. Ketika itu terjadi sebuah peristiwa krusial yang menentukan masa
depan bangsa Khazar, yang disebut Polemik Khazar. Ini adalah peristiwa
perpindahan mereka dari keyakinan asli mereka (tidak diketahui) ke salah satu
(juga tidak diketahui) dari tiga agama yang dikenal pada masa lalu maupun
sekarang—Yahudi, Islam, atau Kristen. Keruntuhan Imperium Khazar terjadi tak
lama setelah perpindahan agama itu. Seorang panglima perang Rusia abad ke-10,
Pangeran Svyatoslav, menelan Imperium Khazar layaknya melahap sebuah apel tanpa
perlu turun dari kudanya (hal 11).
Polemik Khazar yang
melibatkan tiga agama besar di atas menambahkan kecemerlangan novel ini.
Kelebihannya karena menyajikan khazanah agama-agama besar di muka bumi yang
mempunyai sejarah panjang dalam peradaban kemanusiaan. Semesta religiositas ini
sangat menonjol dan dominan di tangan Pavic. Ia mencoba proporsional dalam
menyajikan sumber-sumber tentang Khazar dalam perspektif agama Kristen, Islam,
dan Yahudi ke dalam tiga jilid, yakni Buku Merah (dengan sudut pandang
Kristen), Buku Hijau (dengan sudut pandang Islam), dan Buku Kuning (dengan
sudut pandang Yahudi). Masing-masing memberikan penjelasan tentang bangsa
Khazar dan polemik yang menyertainya.
Tiga agama di atas
dalam studi agama disebut sebagai agama samawi atau agama yang turun dari
langit. Mereka telah menunjukkan dirinya sebagai agama yang mempunyai peradaban
penting masing- masing. Ketiga agama di atas lahir dari tanah yang sama, yaitu
Jerusalem.
Novel ini mencoba
menyeimbangkan dan membangun jembatan dialogis tentang Khazar dari sumber
ketiga agama di atas. Dengan demikian, tampak sekali harmoni dan sinergi yang
hendak dibangun Pavic. Ia tidak menonjolkan satu agama dalam memberikan keterangan
tentang bangsa Khazar. Pavic sangat cerdik dengan melakukan kerja serius untuk
mengumpulkan narasi-narasi dari ketiga agama secara adil dan bijak. Karena itu,
meskipun ini hanya fiksi, semua orang yang paham tentang sejarah pada masa itu
akan merasa puas terhadap mahakarya Pavic ini.
Keistimewaan lain,
ketika membaca novel ini, kita dibebaskan untuk memulai dari mana saja, sesuai
dengan selera, keyakinan, dan kecenderungan latar belakang masing-masing.
Dimulai menurut konteks latar agama, dipersilakan, pun dari tokoh-tokoh ketiga
agama yang bisa saja ditemukan dalam novel ini. Namanya saja sebuah
ensiklopedia dengan subyek yang sama, yaitu Khazar.
Sebuah Gugatan
Hadirnya novel ini
mempunyai makna yang kompleks. Ia bukan saja hanya menghadirkan memori kolektif
sebuah bangsa, dengan rekam jejak sejarah dan bekas-bekas peninggalannya. Lebih
jauh, novel ini sepertinya ingin menggugat ”mayoritas” atau siapa pun bangsa
dan negara yang mempunyai
kekuatan besar. Mereka yang kemudian menggunakan kekuatan itu untuk
menghabiskan sebuah suku, agama, bangsa, ataupun negara ”minoritas”.
Dengan novel ini,
Pavic ingin menegaskan diri sebagai duta kaum minoritas, terpinggirkan, dan
kalah. Ia memberikan pelajaran penting bagi peradaban manusia masa kini tentang
bagaimana harus menyikapi khazanah dan kekayaan yang beraneka ragam mengenai
sebuah bangsa dan negara. Meskipun tidak secara tersurat membeberkan semua itu,
Pavic tetap saja menunjukkannya dengan konsisten, tekun, dan bersabar, yaitu
melalui upaya penelusuran tentang jejak sejarah dan sumber penting yang terjadi
di balik bangsa Khazar.