Ziarah ke Museum of Innocence

Kemal menemukan kebahagian mencintai seorang Füsun dengan segenap warna dan misteri.

Saat itu ibuku menangis

Buat kakakku Hermanto Junaidi yang sedang damai bersemayam di bawah pohon ketapang, tempat aku selalu menjengukmu, saat pulang, atau saat pergi sekalipun.

Indeks Perdamaian Kota Itu Perlu

By measuring the state of peace, we can further our understanding of the social, political and economic factors that help develop more peaceful environments

Tentang Ingatan dan Ideologi

The struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting” — Milan Kundera (The Book of Laughter and Forgetting).

A Journey: from Border to Border

Midyat is one of a must visited historical places in Mardin beside Old Mardin. Overall this city is cited as paths of the early civilizations named Mesopotamia or far before it—if we talked about Christianity and Jews history as well for its strategic location with rocky hill and plain near the Tigris River.

Thursday, November 29, 2012

Jalan Setapak menuju Kampung Halaman

Saturday, November 24, 2012

Cinta dalam Pot

DETAIL TOKOH & SPESIFIKASI KARAKTER

Ibu Oka          Umur 60-an tapi mukanya tampak muda. Rambun mulai uban. Murah senyum. Akrab dan sayang kepada Oka dan tanaman-tanaman hias di halaman rumahnya.
Oka                 Umur 23. Murah senyum kepada semua orang. Kulit cerah. Sangat mencintai tanaman-tanaman hias. Sangat mencintai lagu-lagu klasik. Suka bernyanyi.
Stenly              Umur 33. Punya istri. Broken home sejak 5 bulan terakhir. Sedang selingkuh. Penyuka tanaman hias. Mulai suka mabok. Ketika di rumah, selalu ingin marah-marah.
Istri Stenly      Umur 30. Mulai suka menghardik dan mengejek Stenly. Dia mulai tidak kuat diperlakukan dan disiksa oleh Stenly. Dia pun selingkuh.
Wanita            Umur 30. Biseksual. Modis. Cantik dan sedikit tomboi. Suka merajuk.

PROPERTI
Dua rumah berdekatan dengan halaman cukup luas. Pot tanaman masing-masing dengan 10 pot. Gunting daun. Pupuk. Ceret. Dua motor. Dan perabot rumah. Jam Weker.


SCENE 1. EX.
PAGI. TANAMAN HIAS

tim kreatif dan pemain film pendek Cinta dalam Pot
Sebuah tanaman hias berbunga mekar, segar dan stunning. Rintik-rintik air jernih memetes ke atas bunga, lalu jatuh ke daun-daunnya. Pelan-pelan. Tetesannya teratur. Lalu ada satu tetes air terakhir pecah di atas bunga. Buliran air semakin intens, lalu membentuk sebuah tulisan (judul film) di atas daun: CINTA DALAM POT.

SCENE 2. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
OKA. IBU OKA. STENLY. ISTRI STENLY

Pagi sekitar pukul 06.30. Dari pojok samping halaman, tampak dua rumah sederhana, masing-masing halaman cukup luas, penuh pot-pot (berjumlah 6) dengan tanaman yang mulai tumbuh segar. Rumah pertama milik Stenly. Rumah kedua milik Oka. Tanaman dalam kondisi yang sama: usia, jenis, dan ukurannya. Bunyi-bunyi burung dan suara anak-anak tetangga yang terdengar pelan. Sesekali ada suara motor di kejauhan.


SCENE 3. INT
PAGI. RUMAH
OKA. IBU OKA.

Oka sedang sarapan bersama ibu tercinta. Wajah mereka penuh semangat dan ceria. Tak ada mimik wajah keluh kesah. Pagi yang indah bagi mereka. Sambil sarapan mereka bercengkrama. Sang ibu sangat sayang kepada Oka dengan sekali-kali mengelus ubun-ubunya. Sarapan selesai, Oka menoleh pada jam dinding. Diikuti oleh ibunya. Pukul 07. 00. Oka tersenyum ceria. Mereka sudah mengerti pukul 07. 00 adalah waktu menyiram tanaman hias. Sang ibu duduk di depan rumah memandingi Oka yang sedang menyiram tanaman hias. Siul burung terdengar dan sesekali desir angin membawa kedamaian dalam suasana hati mereka.

SCENE 4. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
STENLY. ISTRI STENLY

Stenly datang dengan motor. Mukanya kusam. Matanya merah. Rambutnya berantakan. Memarkir motor, lalu masuk ke rumah. Sebelum membuka pintu, istrinya langsung menyambarnya dengan suara keras penuh amarah. Dapur mereka berantakan, kamar tidur rapi seperti tidak pernah dipakai. Kulkas terbuka begitu saja tanpa ada isi berarti.

Istri Stenly
Pulangnya pagi terus. Nggak tahu waktu. Ini sudah 5 bulan Mas hidupku seperti di neraka jahanam!
(nyolot begitu saja dengan suara keras)

Stenly
(menatap Istrinya dengan mata merah. Lalu masuk ke dalam rumah. Menatap barang-barang yang berantakan)

Istri Stenly
Kerjanya keluyuran malam. Lihat pukul berapa sekarang!
 (sambil menunjuk jam dinding. Jam dinding menunjukkan pukul 07.05)

Stenly
(Muka Stenly merah. Marah. Lalu mengambil ceret, mengisi air dari kran. Kran air dibuka full. Air bercipratan kemana-mana. Matanya menatap air dengan garang. Air itu dibiarkan tumpah. Istrinya tetap nyerocos dari dalam rumah. Sekali-kali ke pintu mengumpat Stenly.

Istri Stenly
“Ini sudah 5 bulan Maaassssss... semuanya berantakan begini”
(sembari seperti mengemis-ngemis, dan duduk di depan pintu. Air mata tumpah dengan muka kecewa)

Istri Stenly
Muka Stenly tambah marah dan legam. Tangan-tanganya gemeratak mengepal timba air. Dengan nafas tak teratur, muka merah, dan marah, menyiram bunga. Istrinya tetap mengumpat di pintu rumah. Setiap tetesan dan siraman air yang jatuh ke tanaman hias tak luput dari amarah Stenly yang membuncah di dadanya. Selesai menyiram bunga, dia taruh ceret di dekat gunting rumput di antara pot-pot bunga)   

SCENE 5. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
STENLY. OKA.

Oka dan Stenly
(dari jauh Oka dam Stenly sama-sama menyiram tanaman hias dan selesai bersamaan. Cara mereka menyiram, takaran dan ukuran air sama. Sehabis menyiram, mereka sama-sama memupuknya. Lalu mereka sama-sama masuk ke rumah masing-masing)

SCENE 6. INT.
PAGI. RUMAH
STENLY

Stenly
(selesai menyiram tanaman hias. Stenly masuk ke rumah. Dia membersihkan sofa yang sedikit berdebu. Sedikit sempoyongan karena mengantuk. Lalu tertidur di sofa)


SCENE 7. INT.
MALAM. RUMAH
STENLY.

Stenly terbangun oleh jam wekernya sendiri. Dia menatap jam pukul 23.00. Di ujung ruangan, istrinya sedang menelpon seseorang dengan HP. Sorot mata Stenly menebas perempuan itu, dengan muka marah dan sinis. Tiba-tiba sang istri memutus telepon. Tak bercakap, Stenly berkemas dan pergi. Di halaman dia menatap tanaman-tanaman hias di tengah temaram lampu dop 5 watt. Dia seperti ingin mendekati pot-pot itu. Tapi tidak jadi.

SCENE 8. INT.
MALAM. RUMAH
WANITA. STENLY

Wanita itu sedang membaca majalah. Karena sudah mengerti ada sesorang yang mau datang, wanita itu membuka pintu. Mempersilakan Stenly duduk dengan pelukan nakal. Di meja ada botol bir. Mereka minum. Cheers. Dua gelas, mereka menuju kamar. Mereka sudah sama-sama mengerti. Wanita itu masuk lebih dulu ke dalam kamar, kemudian disusul Stenly. Sebelum pintu benar-benar tertutup rapi, wanita itu bergelayut di tubuh Stenly. Menariknya dari belakang lalu jatuh ke kasur.

SCENE 9. INT.
PAGI. RUMAH
STENLY

Stenly tertidur di atas sofa. Jam weker menyala di atas meja dekat Stenly terlelap. Tak ada orang yang bangun. Dalam rumah itu. Jam menunjukkan pukul 07.00 saat jam weker itu berbunyi.

SCENE 10. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
OKA. IBU OKA

Di waktu yang sama, Oka tampak sedang mengambil air dengan puji-pujian, perasaan sumberingah, damai dan penuh kasih sayang. Oka menyanyikan lagu-lagu jazz kesukaannya. Dari dalam rumahnya terdengar lagu-lagu jazz yang ikut dinyanyikan Oka. Ibunya ikut memotong daun-daun tanaman hias itu.

SCENE 11. INT.
PAGI. HALAMAN RUMAH
STENLY. OKA

Kedua rumah kembali terlihat. Oka sudah mengisi ceret dengan air. Sementara di halaman rumah Stenly bunga-bunga itu dibiarkan sepi.


SCENE 12. INT.
PAGI. HALAMAN RUMAH
STENLY. ISTRI STENLY

Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara keributan. Suara Istri Stenly yang tengah membangunkan dan memaki-maki suaminya yang masih tidur di sofa. Akhirnya Stenly keluar dari pintu rumah dengan mata merah, sedikit sempoyongan. Lalu mengambil ceret. Setelah penuh, dengan langkah lelah, dia menyiram bunga.

SCENE 13. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
STENLY. OKA.

Stenly dan Oka
(Scene ini bersamaan. Mereka sedang sama-sama merawat tanaman-tanamannya dengan memupuknya. Lalu mengguntingnya. Oka memupuk dan tanaman itu dengan siul-siul senang dan lagu-lagu rancak dari komposer Bethoven terdengar dari dalam rumah. Wajah Oka tampak sumbringah di antara daun-daun tanaman hias yang dirawatnya. Di saat yang bersamaan, Stenly memupuk tanamannya dengan wajah lelah dan marah. Dari dalam rumah Istri Stenly marah-marah. Terdengar barang-barang dibanting)

SCENE 14. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
STENLY. OKA.

(Scene ini bersamaan. Mereka sedang sama-sama menyiram tanaman. Oka dengan wajah jumawa, sedikit tertawa dan tersenyum lebar. Ibunya menatap Oka dari pintu rumah dengan tersenyum senang. Di saat yang bersamaan, Stenly menyiram tanamannya dengan wajah masam dan penuh amarah. Kesal mentap tetesan air dan tanaman yang ada di depannya)

SCENE 14. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
STENLY. OKA.

(Scene ini bersamaan. Mereka sedang sama-sama menyiram tanaman. Oka dengan wajah jumawa, sedikit tertawa dan tersenyum lebar. Ibunya menatap Oka dari pintu rumah dengan tersenyum senang. Di saat yang bersamaan, Stenly menyiram tanamannya dengan wajah masam dan penuh amarah. Kesal mentap tetesan air dan tanaman yang ada di depannya)


SCENE 15. EX.
SORE. HALAMAN RUMAH
STENLY. ISTRI STENLY.

Oka. Stenly dan Istrinya
(Oka sedang asyik menggunting rumput. Sementara Stenly sedang menggunting tanaman hias dengan gamang. Dia melihat istrinya sedang mengeluarkan motor. Tak ada percakapan. Matahari sore pukul 3 sangat terik. Istri Stenly melaju dengan motornya. Dari balik pot-pot itu, Istri Stenly lenyap bersama motornya. Stenly geram dan membanting gunting rumput saat melihat istrinya pergi entah kemana. Lalu dia berteriak kepada tanaman-tamana itu)

SCENE 16. EX.
SORE. CAFE
ISTRI STENLY. WANITA

Istri Stenly dan Wanita
(Istri Stenly duduk dengan wajah lelah dan risau. Dia sedang menunggu seseorang. Mukanya kusut dan pandangannya gamang. Dari arah pintu seoarang wanita masuk dan langsung memeluk Istri Stenly. Mereka berpelukan hangat dan mencium kening Istri Stenly. Lalu saling menyuapi eskrim/  yugort kesukaan mereka berdua yang sudah dipesan. Lalu mereka kembali bercengkrama)

SCENE 17. INT.
MALAM. RUMAH
STENLY. ISTRI STENLY

Istri Stenly
“Bangun-bangun bangunnnnnnn.”
(berteriak sambil mendorong Stnely keluar dari pintu dengan sempoyongan. Stenly hampir saja terjerembab dalam kondisi yang rempong. Mata merah menahan kantuk.)

Istri Stenly
Udah jam tujuh belum juga bangun. Pasti pulang kepagian lagi. Mas, aku dianggap apa dalam rumah ini. Apa aku akan terus dibiarkan seperti bunga-bunga yang kesepian itu.?
(risau, keciwa, dan tidak mengerti)

Stenly
(dengan wajah kesal dan marah, Stenly keluar rumah dengan mengambil ceret, lalu mengisi air. Mukanya geram dan garang. Dia seperti ingin berteriak saja sama air yang sedang mengalir dari kran itu. Tapi diurungkan. Dia hanya menyibak-nyibak air dengan kesal. Setelah ceret penuh, dia langsung menuju tanaman-tanama hias itu. Namun dari belakang, sang istri menguntitnya dengan suara lantang: mengomel dan memaharahinya)

Istri Stenly
Ngomongnya senang sama tanaman. Tapi....

Stenly
Tapi saya setiap jam 7 tetap disiram kan?

Istri Stenly
Ngomongnya suka sama aku. Tapi...

Stenly
Tapi aku masih serumah sama kamu kan?

Istri Stenly
Apakah itu cukup hanya karena kita serumah? Tapi aku dibiarkan seperti bunga-bunga yang layu. Pulang pagi. Mabok. Kamu merawat tanaman atau merawat aku. Mana lebih berharga antara aku dengan tanaman ini. Aku dibiarkan seperti patung di sini. Seperti bunga-bunga yang layuuuu.
(suaranya semakin memuncak. Berteriak dan memukul-mukul pundak Stenly)

Stenly
(mata Stenly merah. Plak!!! Stenly menampar istrinya. Mereka ribut di tengah-tengah tanaman hias itu. Istri Stenly duduk ke tanah sambil melanjutkan caci maki, lalu berdiri lagi. Stenly kalap lalu mengambil gunting rumput yang ada di sampingnya dan ditebaskan pada perempuan itu. Dresss... seketika istrinya terkapar. Gelap)

SCENE 18. EX.
PAGI. HALAMAN RUMAH
OKA.

Ketika gunting milik Stenly menebas Istrinya, Oka sedang menggunting dan merapikan daun-daun tanaman hias. Irama musik klasik Mozart terdengar ramah dari dalam rumah

SCENE 19. EX.
SIANG HARI. HALAMAN RUMAH
STENLY. OKA.

Kedua tanaman hias tampak dari pojok halaman rumah dengan bergantian. Milik Oka segar dan berbunga. Milik Stenly tumbuh tidak karuan dan bahkan tampak layu. Scene ini di-shoot dari dekat bersamaan lalu bergantian.

SCENE 20. EX.
SIANG HARI. HALAMAN RUMAH
STENLY

Tanaman Stenly layu. Di bawah pot-pot itu ada gundukan tanah. Stenly menyiram tanaman hias itu dan sekaligus menyirami gundukan tanah itu: Makam Istrinya. Pot-pot itu ada di atas gundukan tanah. Dan di tengah-tengah pot di gundukan itu,  Stenly menancapkan sebuah plang kecil seperti  nisan dengan tulisan: “Aku Mencintai Kalian Berdua”. SELESAI

Skenario Film Pendek
by Bernando J. Sujibto

Jogja, 24 Nov 2012

Friday, November 23, 2012

Muda, Beda, Cinta Damai #RainbowForPeace 2012 part 2

Peace is Rainbow for Peace_Teaser#3

Monday, November 05, 2012

Menuju Transmisi Karya Sastra

Versi cetak kolom ini dimuat di rubrik buku Jawa Pos, 04 November 2012.

Sore itu, 27 Oktober 2012, sebuah lingkaran diskusi di Komunitas Rumahlebah tergelar sederhana. Raudal Tanjung Banua, Kuswaidi Syafi’ie dan Faisal Kamandobat berada di kerumunan mereka yang tengah berdisksui dengan tema “Memaknai Keikhlasan Diri (Refleksi Bulan Bahasa dan Hari Raya Qurban)”, untuk menghantar edisi baru Jurnal Rumahlebah Ruangpuisi. Dan ternyata benar, seperti dugaan saya, dalam diskusi itu yang muncul adalah diskusi seputar wacana karya sastra, daripada tentang Hari Raya Qurban.

Sebagai pembuka diskusi, dengan karakter yang sangat khas—memukau, sesekali membacakan sajak (karya sendiri ataupun bukan) dengan memejamkan mata karena hafal, tertawa lepas, dan mengupas literatur sufi dengan amat dalam—Cak Kus, sapaan karib Kuswaidi Syafi’ie, langsung meneror dengan statemen “kalau penyair itu digdaya, puisinya akan membentuk kenyataan, bukan (cuma) melukiskan atau menggambarkan kenyataan!”