Photo from digital Jawa Pos |
Orhan,
hari ini Engkau bisa menikmati imajinasi tanpa batas tentang tanah kelahiranmu
sendiri: Istanbul, kota yang telah menempamu menjadi sosok manunggal dengan dunia
imaji kota kelahiran; kota yang petanya Engkau
simpan dalam ingatan; kota yang menenggelamkanmu dalam prosesi-prosesi kenangan,
yang selalu Engkau rindui sebagai siluet melankolia—hüzün, katamu.
Orhan, Sabtu 7 Juni kemarin adalah ulang tahunmu
ke-62, usia yang terbilang dangkal untuk mengukur kedalaman karya-karyamu. Aku pelan-pelan
memasuki halaman ramahmu, rimbun kata yang ditempa riuh dan peta kota yang
jauh, kota kelahiranmu
sendiri.
Photo from printed Jawa Pos |
Orhan,
selama 9 bulan lebih tinggal di negerimu, aku mulai tenggelam dalam suasana hüzün, tentang betapa kerasnya garis batas
politik ataupun pandangan hidup rakyat Turki. Masa enam abad imperium Ottoman
dan periode baru di bawah Mustafa Kemal Ataturk bernama republik yang telah mengubah
dan “memusnahkan” warisan kebudayaan masalalu Ottoman telah menancapkan batas-batas
dengan jelas: siapa Kemalis (nasionalis), siapa ultranasionalis dan siapa pula islamis.
Pertemuan batas-batas tersebut menciptakan ruang kecemasan (melankolia), sebuah
ruang di mana, meminjam kata-katamu, şehrin
diğer yerlerine bu noktadan başlayarak sokuluruz (kenangan dari keseluruhan
bagian kota mulai luruh menyatu). Dan Engkau yang ditempa dalam pertemuan dua
benua Asia-Eropa, antara Barat dan Timur, modernitas dan tradisionalitas akan
menanggung melankolia yang hebat, bukan? Sehingga Engkau harus bersikap di
tengah kecemasan itu, suara-suara dari rahim sejarah dan pengalamanmu sendiri.
Dan Engkau menyakininya sebagai jalan perjuangan melaksanakan kata-kata.
Engkau
tidak akan pernah lupa sebuah wawancara di bulan Februari 2005, ketika pernyataanmu
dimuat dalam suplemen majalah yang terbit mingguan untuk harian ternama di
Swiss seperti Tages-Anzeiger, Bales
Zeitung, Barner Zeitung, dan Solothurner
Tagblatt yaitu Das Magazin. Dengan
tanpa ragu Engkau berujar: "bu
topraklarda 30 bin Kürt ve
1 milyon Ermeni
öldürüldü. Benden başka kimse bundan bahsetmeye cesaret edemedi"
(di tanah ini 30.000 suku Kurdi dan 1 juta suku Ermenia dibunuh. Tak seorang
pun berani mengatakannya).
Orhan,
tahun itu adalah periode yang sangat celaka bagimu. Mendengar pernyatannmu
sontak mayoritas rakyat Turki berang nian dan kecewa besar. Ulahmu dibayar lunas
oleh gerakan pembaikotan atas karya-karyamu di bulan-bulan berikutnya, bahkan ada
sekelompok orang yang telah membakar karya-karyamu, seperti terjadi di Bilecik,
provinsi tetanggamu sendiri, di bulan Maret 2005. Di Isparta ada perintah
mendadak untuk mengeluarkan karya-karyamu dari koleksi perpustakaan mereka,
meski niat tersebut segera diurungkan oleh otoritas setempat.
Semua
cibiran terhadapmu tentu bukan hal sepele. Namun Engkau tak melunak sedikit
pun. Bahkan di media-media Eropa, di tahun yang sama, ketika menghadiri
penganugerahan German Book World's Peace
Prize, Engkau kembali mengulangi statemen yang sama seperti delapan bulan
sebelumnya. Media seperti BBC News dan CNN semakin santer
menyiarkan keberanianmu melawan negerimu!
Di
samping rakyat yang naik pitam, negara juga tidak membiarkanmu sesuka hati “melecehkan
kehormatannya”. Undang-Undang Pasal 301 yang telah menjadi andalan Konstitusi Turki
untuk membatasi kebebasan berekspresi ditujukan untuk menundukkanmu. Tapi
Engkau tak pernah mundur untuk prinsip yang dipegangnya. Tahun 2005 Engkau seperti
anak jadah yang hendak dicungkil oleh negerinya sendiri. Tak peduli berapa banyak
penghargaan dan nama harum Turki yang Engkau bawa di pentas internasional. Tanpa
kompromi, kaum ultranasionalis yang sangat restrik menjaga harga diri “Turk” ingin
membawamu ke meja hijau. Tapi sayang, Agustus 2013 kemarin seorang lawyer ultranasionalis Kemal Kerinçsiz yang
begitu membencimu harus melanggang lebih dulu ke penjara karena terlibat
persekongkolan Ergenekon, sebuah
mafia yang ingin menjatuhkan kaum islamis pemerintahan Recep Tayyip Edogan.
Sementara Engkau, Orhan, hanya dinyatakan bersalah dan didenda uang 6.000 lira
(sekitar Rp. 30 juta).
Karena
betul, seperti yang engkau tegaskan berkali-kali bahwa “saya mengatakan ini
untuk mendukung demokrasi dan kebebasan berpendapat di Turki. Saya tidak
mengatakan bahwa bangsa Turki telah membunuh Armenia (Turks killed Armenians) tetapi Armenia telah dibunuh (Armenians were killed).”
Perjuanganmu
untuk mendorong demokratisasi di Turki, meski hari ini belum berhasil, telah
mendapatkan banyak dukungan dan interplai dari masyarakat internasional
khususnya komisioner Uni Eropa sendiri, juga termasuk para penulis hebat
seperti Gunter Grass, Umberto Eco, Jose Saramago dan (alm.) Gabriel Gaarcia
Marquez. Sehingga ancaman Pasal 301pun luput darimu.
Orhan,
apa yang Engkau perjuangkan begitu sengit delapan tahun silam, hari ini mulai menemukan
jalan terang. Pernyataanmu yang dianggap melecehkan dan merendahkan martabat bangsamu
sendiri kini mulai menapaki babak baru. Tentu Engkau menyaksikan sendiri
ketika pada 24 April 2014 Perdana Menteri yang akhir-akhir ini membuatmu
kecewa, Recep Tayyip Erdogan, secara terbuka berbicara kepada publik
internasional ihwal peristiwa yang dituduhkan sebagai “genosida” yang dilakukan
Ottoman terhadap bangsa Armenia, bangsa yang sebelumnya hidup damai dan rukun
di bawah kekuasaan Ottoman. Kehadiran Erdogan dalam pidato khusus yang dibuat
dalam sembilan bahasa, termasuk bahasa Armenia, untuk “memperingati” ke-99
tahun peristiwa tersebut menuai kontroversi dan sekaligus decak kagum.
Tapi
sayang, Orhan tidak memberikan komentar sedikit pun terhadap peristiwa bersejarah
ini. Pemerintah Turki tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi ke
publik terkait masalah ini sebelumnya. Baru setelah 99 tahun kemudian, Turki sebagai
negara penerus Ottoman berani berbicara kepada publik di tengah tekanan yang
begitu besar selama bertahun-tahun baik dari European Parliament sendiri ataupun dari organisasi internasional
(seperti World Council of Churches,
Council of Europe dan Turkey’s Human
Right Association) dan dari negara-negara yang telah mengakui peristiwa
1915 sebagai genosida, termasuk Orhan sendiri.
Sejujurnya
aku sangat menunggmu menanggapi seorang yang telah membuatmu kecewa itu, yang
mengatakan bahwa Pemerintah Turki mempunyai istilah berbeda dari kata genocide yang telah menjadi kesimpulan
para sejarawan Barat. Turki tetap kekeh
bahwa peristiwa 1915 tersebut bukan genosida. “It is indisputable that the last
years of the Ottoman Empire were a difficult period, full of suffering for
Turkish, Kurdish, Arab, Armenian and millions of other Ottoman citizens,
regardless of their religion or ethnic origin,” lanjut Erdogan.
Orhan, simpan saja senyummu karena
perjuanganmu masih sangat panjang. Kecemasan dan melankolia yang Engkau
tanggung terus akan menjadi kekasih abadimu, menyertai karya-karyamu.
İyiki
doğdun, Orhan
Pamuk! Selamat ulang tahun. Sebuah
ulang tahun untuk kebahagiaan dan sekaligus kecemasan.
0 comments:
Post a Comment