Wednesday, November 12, 2014

İyiki Doğdun, Orhan!

Photo from digital Jawa Pos
Orhan, hari ini Engkau bisa menikmati imajinasi tanpa batas tentang tanah kelahiranmu sendiri: Istanbul, kota yang telah menempamu menjadi sosok manunggal dengan dunia imaji kota kelahiran; kota yang petanya Engkau simpan dalam ingatan; kota yang menenggelamkanmu dalam prosesi-prosesi kenangan, yang selalu Engkau rindui sebagai siluet melankolia—hüzün, katamu.

Orhan, Sabtu 7 Juni kemarin adalah ulang tahunmu ke-62, usia yang terbilang dangkal untuk mengukur kedalaman karya-karyamu. Aku pelan-pelan memasuki halaman ramahmu, rimbun kata yang ditempa riuh dan peta kota yang jauh, kota kelahiranmu sendiri.

Engkau dan Istanbul adalah sepasang kekasih yang telah menyatu tetapi sekaligus dibikin berjarak untuk menyempurnakan kerinduan. Ketika di mana pun, Engkau selalu meyakinkan mereka bahwa tubuh dan jiwamu adalah bagian tunggal dari Istanbul, makanya rindu tak bisa lepas sedetik pun. Dalam seluruh karyamu, 13 buku dari Cevdet Bey ve Oğulları (1982) hingga Saf ve Düşünceli Romancı (2011), Engkau tak pernah beranjak dari kota kelahiranmu; menjadi simbol atas keperkasaan cinta dan rindu yang telah menyulam menjadi untain nafasmu.

Photo from printed Jawa Pos
Orhan, selama 9 bulan lebih tinggal di negerimu, aku mulai tenggelam dalam suasana hüzün, tentang betapa kerasnya garis batas politik ataupun pandangan hidup rakyat Turki. Masa enam abad imperium Ottoman dan periode baru di bawah Mustafa Kemal Ataturk bernama republik yang telah mengubah dan “memusnahkan” warisan kebudayaan masalalu Ottoman telah menancapkan batas-batas dengan jelas: siapa Kemalis (nasionalis), siapa ultranasionalis dan siapa pula islamis. Pertemuan batas-batas tersebut menciptakan ruang kecemasan (melankolia), sebuah ruang di mana, meminjam kata-katamu, şehrin diğer yerlerine bu noktadan başlayarak sokuluruz (kenangan dari keseluruhan bagian kota mulai luruh menyatu). Dan Engkau yang ditempa dalam pertemuan dua benua Asia-Eropa, antara Barat dan Timur, modernitas dan tradisionalitas akan menanggung melankolia yang hebat, bukan? Sehingga Engkau harus bersikap di tengah kecemasan itu, suara-suara dari rahim sejarah dan pengalamanmu sendiri. Dan Engkau menyakininya sebagai jalan perjuangan melaksanakan kata-kata.

Engkau tidak akan pernah lupa sebuah wawancara di bulan Februari 2005, ketika pernyataanmu dimuat dalam suplemen majalah yang terbit mingguan untuk harian ternama di Swiss seperti Tages-Anzeiger, Bales Zeitung, Barner Zeitung, dan Solothurner Tagblatt yaitu Das Magazin. Dengan tanpa ragu Engkau berujar: "bu topraklarda 30 bin Kürt ve 1 milyon Ermeni öldürüldü. Benden başka kimse bundan bahsetmeye cesaret edemedi" (di tanah ini 30.000 suku Kurdi dan 1 juta suku Ermenia dibunuh. Tak seorang pun berani mengatakannya).

Orhan, tahun itu adalah periode yang sangat celaka bagimu. Mendengar pernyatannmu sontak mayoritas rakyat Turki berang nian dan kecewa besar. Ulahmu dibayar lunas oleh gerakan pembaikotan atas karya-karyamu di bulan-bulan berikutnya, bahkan ada sekelompok orang yang telah membakar karya-karyamu, seperti terjadi di Bilecik, provinsi tetanggamu sendiri, di bulan Maret 2005. Di Isparta ada perintah mendadak untuk mengeluarkan karya-karyamu dari koleksi perpustakaan mereka, meski niat tersebut segera diurungkan oleh otoritas setempat.

Semua cibiran terhadapmu tentu bukan hal sepele. Namun Engkau tak melunak sedikit pun. Bahkan di media-media Eropa, di tahun yang sama, ketika menghadiri penganugerahan German Book World's Peace Prize, Engkau kembali mengulangi statemen yang sama seperti delapan bulan sebelumnya. Media seperti BBC News dan CNN semakin santer menyiarkan keberanianmu melawan negerimu!

Di samping rakyat yang naik pitam, negara juga tidak membiarkanmu sesuka hati “melecehkan kehormatannya”. Undang-Undang Pasal 301 yang telah menjadi andalan Konstitusi Turki untuk membatasi kebebasan berekspresi ditujukan untuk menundukkanmu. Tapi Engkau tak pernah mundur untuk prinsip yang dipegangnya. Tahun 2005 Engkau seperti anak jadah yang hendak dicungkil oleh negerinya sendiri. Tak peduli berapa banyak penghargaan dan nama harum Turki yang Engkau bawa di pentas internasional. Tanpa kompromi, kaum ultranasionalis yang sangat restrik menjaga harga diri “Turk” ingin membawamu ke meja hijau. Tapi sayang, Agustus 2013 kemarin seorang lawyer ultranasionalis Kemal Kerinçsiz yang begitu membencimu harus melanggang lebih dulu ke penjara karena terlibat persekongkolan Ergenekon, sebuah mafia yang ingin menjatuhkan kaum islamis pemerintahan Recep Tayyip Edogan. Sementara Engkau, Orhan, hanya dinyatakan bersalah dan didenda uang 6.000 lira (sekitar Rp. 30 juta).

Karena betul, seperti yang engkau tegaskan berkali-kali bahwa “saya mengatakan ini untuk mendukung demokrasi dan kebebasan berpendapat di Turki. Saya tidak mengatakan bahwa bangsa Turki telah membunuh Armenia (Turks killed Armenians) tetapi Armenia telah dibunuh (Armenians were killed).”

Perjuanganmu untuk mendorong demokratisasi di Turki, meski hari ini belum berhasil, telah mendapatkan banyak dukungan dan interplai dari masyarakat internasional khususnya komisioner Uni Eropa sendiri, juga termasuk para penulis hebat seperti Gunter Grass, Umberto Eco, Jose Saramago dan (alm.) Gabriel Gaarcia Marquez. Sehingga ancaman Pasal 301pun luput darimu.

Orhan, apa yang Engkau perjuangkan begitu sengit delapan tahun silam, hari ini mulai menemukan jalan terang. Pernyataanmu yang dianggap melecehkan dan merendahkan martabat bangsamu sendiri kini mulai menapaki babak baru. Tentu Engkau menyaksikan sendiri ketika pada 24 April 2014 Perdana Menteri yang akhir-akhir ini membuatmu kecewa, Recep Tayyip Erdogan, secara terbuka berbicara kepada publik internasional ihwal peristiwa yang dituduhkan sebagai “genosida” yang dilakukan Ottoman terhadap bangsa Armenia, bangsa yang sebelumnya hidup damai dan rukun di bawah kekuasaan Ottoman. Kehadiran Erdogan dalam pidato khusus yang dibuat dalam sembilan bahasa, termasuk bahasa Armenia, untuk “memperingati” ke-99 tahun peristiwa tersebut menuai kontroversi dan sekaligus decak kagum.

Tapi sayang, Orhan tidak memberikan komentar sedikit pun terhadap peristiwa bersejarah ini. Pemerintah Turki tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi ke publik terkait masalah ini sebelumnya. Baru setelah 99 tahun kemudian, Turki sebagai negara penerus Ottoman berani berbicara kepada publik di tengah tekanan yang begitu besar selama bertahun-tahun baik dari European Parliament sendiri ataupun dari organisasi internasional (seperti World Council of Churches, Council of Europe dan Turkey’s Human Right Association) dan dari negara-negara yang telah mengakui peristiwa 1915 sebagai genosida, termasuk Orhan sendiri.

Sejujurnya aku sangat menunggmu menanggapi seorang yang telah membuatmu kecewa itu, yang mengatakan bahwa Pemerintah Turki mempunyai istilah berbeda dari kata genocide yang telah menjadi kesimpulan para sejarawan Barat. Turki tetap kekeh bahwa peristiwa 1915 tersebut bukan genosida. It is indisputable that the last years of the Ottoman Empire were a difficult period, full of suffering for Turkish, Kurdish, Arab, Armenian and millions of other Ottoman citizens, regardless of their religion or ethnic origin,” lanjut Erdogan.

Orhan, simpan saja senyummu karena perjuanganmu masih sangat panjang. Kecemasan dan melankolia yang Engkau tanggung terus akan menjadi kekasih abadimu, menyertai karya-karyamu.

İyiki doğdun, Orhan Pamuk! Selamat ulang tahun. Sebuah ulang tahun untuk kebahagiaan dan sekaligus kecemasan.

0 comments: