Thursday, November 12, 2015

Ayah

Dunia bermain adalah kehidupan utama bagi anak-anak seusiaku. Segala jenis permainan bersama, mulai dari permainan tradisional turun-temurun hingga permainan yang kami buat sendiri, selalu menandai masa-sama bahagia yang sederhana tak terlupakan bersama anak-anak tetangga.

Suatu hari menjelang sore, aku dan beberapa teman bermain sembunyi-sembunyian, semacam polisi-polisian. Di tengah berlangsungnya permainan, seorang ibu penjaja jajanan mampir ke halaman rumah nenek. Kami, seperti biasa, langsung mengerumininya. Tak peduli ada uang atau tidak. Biasanya kami serentak teriak “beliiii…..” dan menunjuk ini-itu.

Aku lalu langsung merangsek ke dapur, menemui Ayah, Ibu dan sepertinya ada paman atau bibi di sana—yang sedang menemani Ayah. Tanpa ba-bi-bu, aku merengek minta uang kepada Ibu untuk beli jajan. Sedikit berteriak, memaksa dan tentu rewel.

Ayah, yang sedang tergolek di lincak memanggilku, “sini, nak.” Aku segera mendekat. Dan plak! Sebuah tamparan mendarat di pipiku. 

“Ayah sedang sakit, cong.” Aku mendengar kalimat ini dari Ayahku sebelum berlari menangis ke halaman rumah. Ibu, atau nenekku, lalu mengejarku dan membelikan jajan.

Ini salah satu kenangan terindah bersama Ayah yang paling kuingat. Beberapa bulan setelahnya beliau meninggalkan kami karena sakit yang dideritanya, hanya berselang sekitar 37 hari setelah kedatangannya dari Tanah Suci (semoga Ayah damai selalu di sisiNya).

Saat itu, aku masih belum cukup umur untuk sekolah SD di kampungku. Juga belum disunat. 

Ayahku, semoga anakmu ini segara menjadi ayah yang mencintai anak-anaknya kelak dengan hati dan jiwa yang dalam. Selamat Hari Ayah. Doa selalu kupanjatkan setiap tarik nafasku....

Turki, 12 November 2015

Related Posts:

  • Masa Depan KesunyianAnakku kelak akan lahir--bukan dari rumah kardus ataupun dari halimun di sebuah pagi yang asing. Ia akan berdiri dalam pusaran hidup ini, hidup yang katanya diperjualbelikan, dirumuskan dalam angka, dinilai dalam hitungan kel… Read More
  • Obrolan Syiah Berakhir “Unfriend” 17 April 2015 kemarin saya mengomentari sebuah status Facebook seorang teman yang saya anggap sebagai guru. Guru, karena dia sudah menyampaikan beberapa potongan ilmu kepada saya tentang isu environment dan jenis-jenis mak… Read More
  • Ihwal Karya-Karya Sastra yang Meresap dalam Tubuhku Sekitar medio 2009, saya berjumpa Mas Paox Iben, seorang novelis, guru teater yang sekaligus teman baik yang sengit bila diajak diskusi. Obrolan mengalir begitu saja ihwal sastra. Saya pun menyebutkan beberapa sastrawa… Read More
  • Gus Zainal… a piece of love from far away Dan cinta adalah nyawa  engkau boleh mengatasnamakan apa saja tetapi yang tumbuh di dada ini adalah pohon cahayanya tebanglah jika engkau sanggup menanggung perihnya (Zainal Arifin Thaha, Cinta Adalah Nyawa, 1996… Read More
  • Dua SMS dari DosenSekitar tanggal 22 Agustus 2013, selepas urusan visa untuk studi di Turki selesai, di suatu sore yang sembab—karena udara dan hawa kota Jakarta—saya duduk di serambi masjid sehabis shalat ashar untuk menunggu keberangkatan ke… Read More

3 comments:

Lia Suryanto Singowidjoyo said...

sayang sekali ceritanya pendek, padahal sudah berharap kalau bisa baca fersi panjangnya akan lebih menyenangkan....

Bernando J Sujibto said...

wah makasih sudah dibaca, versi panjangnya masih belum ditulis, nanti bantu tulisin ya hee^-

Lia Suryanto Singowidjoyo said...

Okee byan sayang...bantu baca aja,kalau ditulis panjang bisa jadi novel tentang pendidikan dalam keluarga say, arah pikiranku kesitu..