bersama dua adik manisku menyiram tembakau |
Cerita yang lain tentang tembakau adalah ketika aku membatu Ibu menyiram dan bertani, setelah Bapakku meninggal 37 hari setelah beliau datang dari Tanah Haram.
petak sawah ibuku. banyak sawah ibu yang tak tergarap |
Para petani tembakau di kampungku, atau mungkin di banyak daerah di Madura, selalu berada dalam posisi kalah dan dipermainkan oleh para "tengkulak", "gudang" dan "jairngan-jaringan"-nya. Harga tembakau per kilo gram dengan sangat mudah dipermainkan dengan cara: naik-turun hanya dalam hitungan hari. Hari ini per kg bisa 30 ribu, besok bisa 20 ribu. Ini benar-benar tidak masuk akal memang. Aku merasa mereka adalah mafia besar.
Hebatnya, orang-orang gudang (bisa orang keturunan China atau tengkulak lokal kaki tangan China, dan pemodal lainnya) bisa memanfaatkan tokoh-tokoh kunci untuk menguasai tembakau di kampungku (Montorna dan Prancak, dua desa yang sudah terkenal sebagai tembakau terbaik di Madura).
12 Agustus 2013 |
bercengkrama membelakangi goa payudan |
Bagi keluargaku, tembakau adalah daun emas. Semacam segalanya. Makanya ketika ada kabar tembakau sudah tidak dibeli/dikurangi, Ibuku, juga masyarakat di kampungku, sangat khawatir. Karena bagi mereka tembakau adalah maha segalanya: menjadi puncak panen yang banyak memberikan penghasilan (uang) bagi mereka. Oh. Tembakau yang maha uang!
0 comments:
Post a Comment