(Saya tulis testimoni ini untuk salah satu rubrik dalam website PlayPlus. Tapi karena website-nya eror dan tidak bisa diakses, saya publis di blog sini dengan sedikit edit).
Bakerja bareng State
Alumni baru terjadi kali ini. Sebelumnya saya nyaris tak pernah berhubungan
secara intens dengan para alumni IELSP (Indonesia
English Language Study Program). Saya diuntungkan “memaksa diri” untuk
datang ke Alumni Meeting yang dihelat di Jogja pada sekitar bulan April 2013.
Spiritnya hanya satu: karena saya mau ketemu dengan seorang kawan yang satu cohort saat ikut program ke Amerika,
Ahyadi namanya. Namun setelah ketemu dengan semua cohort dan grantee IELSP,
saya merasa nyaman dan mendapatkan setangkup kehangatan kebersamaan di bawah
bendera keluarga alumni. Sehingga ketika ada kabar soal ada kompetisi bagi para
alumni bernama Alumni
Engagement Innovation Fund (AEIF) yang diselenggarakan oleh Bureau
of Education and Cultural Affairs - International Exchange Alumni USAID
tahun 2013, saya tidak segan-segan untuk mengontak teman-teman fellow yang sudah
saya kenal di Yogyakarta.
Nah, dari pertemuan itulah saya, bersama-sama alumni yang sedang domisili di Jogja, mulai mengobrol sana-sini dan menyusun beberapa topik untuk digarap dalam bentuk proposal. Pertemuan pertama masih mengambang dengan sedemikian banyak topik, namun sudah mengerucut kepada isu-isu yang disukai Amerika (*sebenarnya ini off the record, tapi sudah on the record lol) seperti resolusi konflik, pluralism, dan seputar kultur.
Ketika mengobrol
tetang preservasi tradisi dan kultur, muncul kemudian topik tentang permainan
tradisional anak. Saya langsung dengan yakin tertarik mengelaborasi topik ini.
Saya yakin itu akan lolos, tinggal kita mampu mengemasnya secara cantik dan
ciamik. Karena yang tampak antusias secara verbal cuma saya dan Chandri
(meskipun semua teman waktu itu tertarik), akhirnya dua orang ini yang “harus”
menjadi project leader-nya. Chandri
tidak mau jadi project leader karena
sibuk. Karena saya tidak pernah merasa sibuk terhadap semua aktivitas yang saya
jalani, dan saya merasa itu sangat bagus impact-nya,
saya pun ambil risiko dan tanggung jawab sebagai project leader.
Riset jalan,
proposal jalan dan konsep jalan. Alhamdulilah semua project members ikut aktif dan bahu-membahu untuk project ini. Saya
senang itu, meski pada suatu titik waktu tertentu saya merasa sendiri,
khususnya ketika project ini lolos hingga di tahap voting, setelah lolos dari
tahap pertama bersama 114 proposal dengan menyisihkan sekitar 800-an proposal
dari seantero dunia. Dari Indonesia yang lolos tahap voting ada 4 proposal. Dan
atas keyakinan dan kerja kolektif tim, PlayPlus akhirnya dinyatakan jadi salah
satu pemenang bersama 1 perwakilan dari Indonesia dan sekitar 50 dari semua
peserta sejagat.
There is unforgotten story behind this submission.
Saat itu, saya hendak submit sekitar 3 hari sebelum deadline. Saya kontak Chandri untuk bantu cek bahasa dan kemungkinan
ada teledor dari saya. Agak memaksa sih hehe. Dia bersedia meski via chatting
di FB. Senang sekali bukan kepalang, ada yang bantu. Sekitar satu jam Chandri
off. Saya masih lanjut sembari membuat sebuah keputsan di luar prakiraan tim
dan di luar kesepakatan mereka. Apa? Nah inilah yang saya bilang tak-terlupakan
itu. Saya ganti judul project menjadi
lebih renyah dan seksi (menurut saya). Awalnya kayak judul makalah gitu. Saya,
yang terlahir untuk bergulat dengan kata dan bahasa punya sensitifitas yang
bahkan berlebihan terhadap bahasa, tiba-tiba berubah pikiran total. Dari judul
proposal awal Education is
Fun: Preserving Indonesian Traditional Children Games for Better Child
Character and Education menjadi “hanya” PlayPlus.
Keputusan yang tidak mudah, tapi
menguntungkan.
Setelah yakin mengubah
judul tersebut, terbersit dalam benak bahwa saya adalah seorang otoriter, atau
setidaknya di luar kultur demokratis. Artinya, jika proyek ini gagal mungkin
saja teman-teman tim akan mendamparku sedemikian rupa. Tapi saya terlalu menjadi
seorang yang keras kepala untuk memutuskan sesuatu. Saya ikuti keyakinan dan pengalaman
saya sendiri. Jadilah PlayPlus!
Overall, saya harus
berterima kasih kepada teman-teman tim yang bersabar dan bekerja dengan sangat
keras. Saya banyak belajar kepada mereka. Disambung dengan testimony
selanjutnya. Masih ada lho….
Yogyakarta, 30 Juli
2013
0 comments:
Post a Comment