Pesona Tulip di Alladdin Tepesi, Konya |
/1/
Kita
tengah memburu aroma keindahan, handai
taman bunga yang tumbuh di tanah redam badai
taman bunga yang tumbuh di tanah redam badai
kenangan lusuh dan kecemasan yang mengintai
di
pundak kita merayap, menyusun sunyi sendiri
tapi lupa aku bagaimana cara tersenyum, handai
di tengah pesona yang kau bawa dari seberang
di tengah aroma yang dipanjat dari tebing Toros
di tengah gelak tawa yang dititipkan di saku celana
para pengungsi
di tengah taman tulip...
di tengah aroma yang dipanjat dari tebing Toros
di tengah gelak tawa yang dititipkan di saku celana
para pengungsi
di tengah taman tulip...
/2/
Ke
tengah-tengah taman kita datang dengan segala warna
masing-masing,
dari lorong rahasia bernama masa lalu
ia
yang disembunyikan selalu bercerita lebih jujur, bukan?
pengap
sengketa dan kehendak-kehendak yang runtuh
menikmati
buah takdir pada setiap ruas warna
hitam
legam atau putih bercahaya, kuning atau merah
tetapi
di langit, kenapa warna tak pernah berubah?
Bisik seseorang yang sekali-kali menatap langit
Bisik seseorang yang sekali-kali menatap langit
/3/
Di
mata seorang pemuda perang terus berkobar
kuncup
tulip adalah selongsong peluru yang menembus
dada
sanak saudaranya. Ia merapal doa dan sungging naas
pada wajahnya yang menatap tanah kelahiran di selatan
suriah,
nama kenangan keindahan yang teramat getas
jadi
taman air mata dan darah. Ia tidak pernah lupa
lambaian
ayahnya mengiringi mereka pergi mengungsi
/4/
Di
mata seorang kakek warna-warni tulip adalah sekantong doa
tersimpan
di sudut jiwanya. Dia mamanjatkannya untuk langit
siapa
tahu langit menampung warna pelangi dari lapisan tulip
anak-cucunya terbang menjadi bidadari dan tak pernah mendengar
cerita-cerita
maha luka dan pekik tangis kepala dihantam timah
di langit tumbuh tulip yang akarnya dibasuh hujan pagi hari
/5/
Di
mata seorang gadis aroma tulip adalah sisa kecupan pacarnya
parfum
pada kerah bajunya selalu ia ingat sebagai riwayat terakhir
untuk
sebuah pengkhianatan, sebelum ia diperkosa demi bukti cinta
demi lelaki bertubuh singa sebelum ia pergi menyisakan gempita
di celah celana dalamnya
/6/
Di
mata lelaki tambun tulip adalah luka
setumpuk
puja-puji demi menjaga kemegahan
di
atas jerit tangis. “Jangan pernah tersenyum
di
balik kecantikan bunga ini. Di tanah Anatolia
aku
melihat ribuan rakyat kelaparan saat tulip
tumbuh
dan ditanam di tubuh kami. Ini kebesaran
bagi
orang-orang tuli dan buta!” Ia lalu menjauh
meninggalkanku
/7/
/7/
Di
mataku, mata yang kupinjam dari keramaian,
tulip
adalah maha pesona, privilege tanpa
batas
menghimpitku
dalam aroma nyeri yang tragis!
Turki, 2014-2015
Catatan:
The Tulip
Period (Tulip Era) atau: Lâle Devri (July 1718-September 1730) adalah
periode penting dalam sejarah Ottoman, di mana tulip menjadi simbol bagi
kepongahan para pembesar Ottoman!
0 comments:
Post a Comment