Versi cetak tulisan ini dimuat di Media Indonesia, 19 Maret 2015
Meskipun kabar kepastian terkait 16 warga
Indonesia yang dinyatakan hilang kontak (karena berpisah dengan biro perjalanan
yang mengantarnya) di Turki sejak dua minggu silam belum jelas juntrungnya, kabar
terbaru yang muncul di media-media lokal Turki seperti Hürriyet, Sabah dan Yeni Şafak justru semakin mengejutkan banyak
pihak. Pasalnya dari 16 WNI yang diamankan oleh kepolisian Turki di Provinsi
Gaziantep, perbatasan Turki-Suriah, 11 adalah anak-anak, 4 perempuan dan 1
seorang laki-laki. Data tersebut jelas berbeda dengan data yang dibawa rombongan
biro perjalanan yang sebelumnya santer diberitakan media.
Menanggapi rilis resmi pemerintah Turki (13/3),
media-media lokal mulai ramai mengangkat berita tersebut. Turki semakin serius
menghadapi ancaman ISIS (Negara Islam Suriah dan Irak) yang mulai banyak
mendapatkan dukungan dari beberapa warga dunia. Komitmen tersebut ditunjukkan
melalui larangan masuk 10 ribu orang dari 91 negara yang terlapor
mempunyai jaringan dengan ISIS di Suriah dan Irak, dan sejumlah 1,085 warga
asing dari 74 negara sudah dideportasi dari Turki dengan alasan keterkaitan
dengan ISIS.
Sejauh ini, Turki memang menjadi tempat transit bagi banyak
kelompok yang hendak mendarat ke Suriah dan bergabung dengan militan ISIS. Perbatasan
daratan Turki-Suriah sepanjang 911 km menjadi pintu penyeberangan yang telah meloloskan
banyak militan ke Suriah. Menteri Luar Negeri Turki Mevlüt Çavuşoğlu sendiri sudah mengakui bahwa negaranya tidak akan bisa
menjamin 100 persen keamanan di perbatasan. Sehingga pemerintah Turki secara terbuka
meminta kerjasama intelegen internasional untuk mencegah para militan bergabung
dengan ISIS.
Di samping itu, kemudahan untuk mendapatkan
visa Turki melalui fasilitas visa on
arrival dan e-visa dimanfaatkan oleh sekelompok warga Indonesia yang
sebelumnya sudah terlibat dalam jaringan terorisme transnasional. Kedua negara
tentu harus semakin waspada terhadap kelompok-kelompok yang menyamar sebagai
turis sebelum kemudian menyiapkan diri menyeberang ke Suriah untuk bergabung
dengan ISIS.
Untuk itu, kabar terbaru 16 WNI yang ditangkap
di Turki harus menjadi cambuk bagi pihak-pihak berwenang Indonesia dan
masayarakat luas ihwal ancaman jaringan ISIS yang sudah merasuki Indonesia. Simbol
dan aktivitas beberapa kelompok di Indonesia yang mengibarkan bendera ISIS atau
menyatakan dukungan terhadap organisasi teroris ini harus dihadapi secara serius.
Karena ancaman besarnya adalah kehidupan bangsa dan negera Indonesia itu sendiri.
Musuh
Bersama
Di Indonesia, keberadaan kelompok-kelompok yang
berafiliasi dengan teroris dan mendukung ISIS secara terbuka harus disikapi
sebagai musuh bersama. Imej common enemy
harus dibangun sebagai bentuk solidaritas sosial yang berdasarkan kepada hajat
hidup bersama sebagai satu bangsa dan negara yang hidup dengan filosofi
Pancasila. Dengan alasan apapun, tindak-tanduk ISIS jelas-jelas akan menjadi
ancaman bagi keberlangsungan kehidupan bangsa Indonesia yang multikultural.
Untuk itu, Indonesia harus memotong alur dan proses pembenihan kelompok ISIS sejak
dini.
Kita menyaksikan bagaimana kesintingan kelompok
yang menobatkan diri sebagai khalifah di daerah Syam dan Irak (Sham and Levant) ini ditentag oleh
mayoritas umat Muslim dunia. Kelompok yang dipimpin oleh Abu
Bakr al-Baghdadi bersama jaringan organisasi ekstrimis lain seperti Jabhah
Nusrah sudah menghacurkan banyak situs-situs sejarah dan peradaban Islam yang
pernah lahir di masa-masa kejayaan era Umaiyah di Suriah dan dan Abbasiyah di
Irak. Makam ulama besar seperti Imam Nawawi di Suriah, masjid bersejarah Hema Kado
sisa peninggalan Ottoman di Mosul, dan bahkan pun makam Nabi Yunus di Mosul
Irak ikut dihancurkan. Sementra situs-situ tua peradaban Mesopotamia seperti
kota Namrud di Mosul dan situs-situ peninggalan Suryani ikut lenyap di tangan
ISIS.
Tindak tanduk dan serangkaian kejahatan yang dilakukan oleh ISIS
di atas sudah memberikan justifikasi ihwal ideologi teroris yang telah mencoreng
wajah Islam sendiri. Mereka yang mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah dan
mengatasnamakan Islam justru lambat laun menghabisi sisa-sisa kejayaan sejarah
dan peradaban yang pernah dibangun oleh Islam sendiri. Fakta tersebut adalah bukti
yang sama sekali tidak dapat dibenarkan atas nama alasan apapun. Lebih parah
lagi, kita jamak menyaksikan bagaimana kelompok ini tak segan-segan membunuh
dan memerangi umat Islam lainnya, tidak peduli Sunni ataupun Syiah.
Isu awal yang kencang dikibarkan ISIS (seperti dituturkan sendiri
oleh warga Suriah yang menjadi pengungsi di Turki sehingga mendapatkan dukungan
dari kelompok pemberontak anti pemerintah) adalah untuk melawan kekuatan Syiah
di belakang pemerintahan Peresiden Suraih Bashar al Assad. Namun dalam
perkembangannya, ISIS tidak lagi mengusik dan memerangi pemerintah Suriah.
Mereka justru melebar membuat kekacauan demi kekacauan di perbatasan
Irak-Suriah dan Turki. ISIS kini menjadi monster yang justru memboldozer semua
umat Islam yang berseberangan dengan kelompoknya.
Akhir-akhir ini, kelompok-kelompok yang awalnya tidak mempercayai
benih-benih ISIS ditanam dan dibiarkan subur oleh Amerika (disentail dan
dilatih) mulai yakin bahwa ISIS adalah ancaman nyata bagi umat Islam di seluruh
dunia, dengan memperkeruh wajah Islam itu sendiri. Di samping itu, beberapa analisa
dari Steven Kelley dan Randal
Howard Paul yang mengatakan bahwa Amerika sengaja membuat perang kotor (dirty war) untuk mengacaukan kawasan
Timur Tengah, dengan membuat musuh jejadian (fabricated enemy) mulai terlihat jelas. Bahkan mantan pegawai CIA
seperti Edward Snowden ikut membuka tabir gelap yang dianggap konspirasi ini
bahwa intelegen Amerika, Inggris dan Israel ikut andil melahirkan ISIS. Identitas
Al-Baghdadi yang sebelumnya pernah dibocorkan
lewat kawat Wikileaks sebagai milisi
yang dilatih langsung oleh CIA dan Mossad semakin mendapatkan pembenaran.
Menghadapi fakta krusial tersebut, strategi untuk
memunculkan musuh bersama bagi rakyat Indonesia terhadap benih-benih ISIS yang
mulai lahir adalah sebuah keharusan. Indonesia yang mengemban diri sebagai penduduk
Muslim terbesar di dunia harus benar-benar memberikan contoh bagaimana
mengembalikan wajah Islam yang rahmat kepada semua alam. Nilai-nilai toleransi
dan multikultural yang dibangun sebagai asas berbangsa dan bernegara harus
ditempatkan sebagai falsafah hidup yang harus diperjuangkan setiap waktu.
Di samping pemerintah dan intelejen negara
harus berisiatif untuk memotong jaringan ISIS di Indonesia, sehingga tidak lagi
terulang seperti kasus seperti 16 WNI yang ditangkap di Turki, masyarakat juga harus
dididik secara kritis tentang ancama nyata ISIS dan jaringan-jaringan yang berhaluan
sama. Karena mereka kelak sangat berpotensi besar memorak-porandakan kehidupan bangsa
dan negara, seperti Suriah dan Irak sekarang.
0 comments:
Post a Comment