Ziarah ke Museum of Innocence

Kemal menemukan kebahagian mencintai seorang Füsun dengan segenap warna dan misteri.

Saat itu ibuku menangis

Buat kakakku Hermanto Junaidi yang sedang damai bersemayam di bawah pohon ketapang, tempat aku selalu menjengukmu, saat pulang, atau saat pergi sekalipun.

Indeks Perdamaian Kota Itu Perlu

By measuring the state of peace, we can further our understanding of the social, political and economic factors that help develop more peaceful environments

Tentang Ingatan dan Ideologi

The struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting” — Milan Kundera (The Book of Laughter and Forgetting).

A Journey: from Border to Border

Midyat is one of a must visited historical places in Mardin beside Old Mardin. Overall this city is cited as paths of the early civilizations named Mesopotamia or far before it—if we talked about Christianity and Jews history as well for its strategic location with rocky hill and plain near the Tigris River.

Tuesday, February 24, 2015

Ziarah ke Museum of Innocence

Versi cetak esai ini dimuat di Jawa Pos edisi 22 Februari 2015

Versi cetak Jawa Pos
Suatu siang menjelang sore hari Jumat, 29 Agustus 2014, tepat 39 tahun setelah cerita cinta yang rapuh dan sintimentil ini mulai ditulis oleh Orhan Pamuk—yaitu seperempat menuju pukul 3 suatu sore hari Senin, 26 May 1975—dalam novel berjudul Museum Kepolosan, saya menjadi pengunjung ke-9.304 di sebuah museum yang mengabadikan kisah cinta dalam novel ini dengan merangkul novel Masumiyet Müzesi versi Turki di dada. Saya mengikuti anjuran Kemal Basmacı, tokoh protagonis, yang meminta kepada segenap pembaca agar senantiasa mendekap novel ini di dada masing-masing bila ingin berziarah ke tengah lokus ketulusan cinta yang menjelma menjadi simbol dan artefak dalam bentuk koleksi-koleksi di sebuah museum dengan nama yang sama: Museum of Innocence di Istanbul.