Ziarah ke Museum of Innocence

Kemal menemukan kebahagian mencintai seorang Füsun dengan segenap warna dan misteri.

Saat itu ibuku menangis

Buat kakakku Hermanto Junaidi yang sedang damai bersemayam di bawah pohon ketapang, tempat aku selalu menjengukmu, saat pulang, atau saat pergi sekalipun.

Indeks Perdamaian Kota Itu Perlu

By measuring the state of peace, we can further our understanding of the social, political and economic factors that help develop more peaceful environments

Tentang Ingatan dan Ideologi

The struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting” — Milan Kundera (The Book of Laughter and Forgetting).

A Journey: from Border to Border

Midyat is one of a must visited historical places in Mardin beside Old Mardin. Overall this city is cited as paths of the early civilizations named Mesopotamia or far before it—if we talked about Christianity and Jews history as well for its strategic location with rocky hill and plain near the Tigris River.

Friday, August 12, 2016

Dicari Kejujuran Seorang Penulis

Harıan Analisa, Kamis, 19 Mei 2016
Oleh: Anthony Limtan
[Foto Harian Analisa]
Pekan lalu, media sosial maupun kumunitas penulis Harian Analisa  di facebook ‘ramai’ memperbincangkan seorang penulis yang berstatus mahasiswa melakukan plagiat dalam beberapa tulisannya, termasuk di rubrik Opini. 

Penulis berinisial HKH, bisa dikatakan pemula dan rajin mengirimkan berbagai buah pikirannya, soal politik, ekonomi dan masalah sosial lainnya. Dan namanya juga sering mencuat di berbagai media terbitan lokal.

Namun, seperti pepatah mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat, akan jatuh juga. Seperti itulah nasib HKH yang namanya sempat mencuat di jajaran kaum intelek kampus dalam menyuguhkan buah pikirannya, kini berakhir dengan  sumpah serapah.

Kejadian seperti ini bukan hal baru lagi yang terjadi di bidang akademis maupun non akademis. Dalam dunia akademis, penjiplakan karya tulis, seperti makalah dan skripsi sudah jamak dilakukan. Kurangnya kesadaran etika dalam mengutip suatu pendapat, sebagian atau seluruhnya menyebabkan terjadinya plagiarisme di kalangan mahasiswa.

Ketika seorang plagiat diklarifikasi redaksi soal keaslian tulisannya, masih saja bisa berdalih dengan mengatakan bahwa dia hanya mengutipnya dari tulisan tertentu. Tapi, jelasnya sering  terjadi mengambil hampir seluruh tulisan milik orang lain dan tanpa menyebut sumbernya.

Di Harian Analisa, redaksi mengoleksi sejumlah nama yang telah dibubuhi tinta hitam. Itu artinya, kejadian ini bukan hal baru yang muncul ke permukaan. Seperti pernah diberitakan dalam media, mereka yang pernah melakukan plagiat bukan hanya mahasiswa tapi juga sudah merambah ke berbagai profesi disiplin ilmu, khususnya dunia akademik, seperti dosen, dekan, maupun orang yang memiliki gelar terhormat Doktor.

Informasi Teknologi

Pemicunya adalah internet. Perkembangan informasi teknologi yang progresif semakin memudahkan seseorang untuk melakukan pembajakan dan tindakan plagiarisme. Hanya dengan melakukan copy paste tulisan orang lain, ubah judul, ubah sedikit kalimat dalam paragraf, jadilah itu tulisan miliknya.  

Mudah sekali bukan ? Tapi berkat perkembangan teknologi yang dapat menelusuri originalitas sebuah tulisan, dan ribuan bahkan jutaan masyarakat pembaca sebagai juri, hal ini seharusnya membuat para plagiat berpikir ulang melakukan perbuatan tercela itu.

Berbagai masukan disampaikan pembaca ke redaksi, ada yang mengatakan, Analisa kecolongan sampai membiarkan seorang plagiat berkarya. Masukan yang lain, mengatakan, sebaiknya tulisan yang akan dimuat diuji dulu melalui sebuah website yang dapat memeriksa keaslian sebuah tulisan.

Kami sampaikan terima kasih atas semua masukan yang diberikan, tujuannya untuk mencegah terjadinya plagiarisme. Namun, kami sampaikan, bukan kami tidak tegas dalam hal plagiarisme bila tidak melakukan pengecekan kembali untuk setiap tulisan yang akan dimuat. Terlalu banyak hal yang lebih penting yang dapat kami kerjakan di meja redaksi daripada harus mencek satu persatu persatu keaslian sebuah tulisan. Ibarat belanja di super market, pengelola membiarkan pembeli mengambil sendiri  produk yang diinginkan tanpa harus dikuntit, diawasi agar tidak terjadi pencurian.

Namun bila konsumen kedapatan mencuri, tentu hukuman moralnya jauh lebih berat daripada sekadar mendapat sanksi fisik. 

Demikian juga plagiarisme. Bila selama ini nama seseorang itu begitu dikagumi karena buah pikiran yang dituangkan dalam tulisan begitu menarik perhatian. Namun ternyata tulisan itu adalah hasil plagiat, saya kira hukuman blacklist bagi penulis itu adalah hal biasa. Namun hal yang mampu meruntuhkan martabat seseorang itu justru hukuman sosial dari komunitas penulis, pembaca, lingkungan akademik. Kata orang, sanksinya biasalah itu, tapi malunya ini mau letak dimana?

Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan Analisa untuk penulis pemula untuk menuangkan buah pikirnya, menjadi kado intimewa. Manfaatkanlah kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Bukan karena Harian ini kekurangan narasumber sehingga peluang ini diberikan juga kepada mahasiswa.Bukan!

Bisa saja Analisa membuat seleksi ketat seperti koran ternama nasional terbitan Jakarta hanya memberikan kesempatan pada para pakar berbagai disiplin ilmu, semisal dosen, praktisi hukum, pelaku bisnis dan berbabai strata profesi. Namun, terus terang, bila kebijakan ini kami terapkan, penulis pemula atau juga identik dengan mahasiswa akan kehilangan kesempatan belajar menjadi penulis handal.

Harian Analisa berkomitmen memberikan kesempatan itu bagi pemula tanpa mengedepankan status sosial yang dimiliki. Siapapun boleh berpendapat selagi apa yang dituliskan itu bermanfaat bagi banyak orang. Tentu redaksi memiliki kriteria tulisan yang diinginkan, semisal yang lagi hangat dibicarakan (up date).

Namun terlepas dari semua itu, hal yang paling penting adalah kejujuran diri seorang penulis. Kejujuran merupakan dasar untuk menegakkan kebenaran, termasuk menegakkan dan membangun kebenaran ilmiah.

Suatu kejujuran yang hakiki hanya diketahui secara pasti oleh dirinya sendiri, sedangkan orang lain hanya bisa mengetahui ekpresi dari kejujuran itu. Saya yakin, di antara kita pasti ada yang pernah melalukan plagiat, tapi karena takut akan Tuhan, masyarakat pembaca, hati nurani, maka perbuatan tercela itu tidak berlanjut.

Redaksi Analisa memberikan sanksi atas perbuatan plagiarisme, berupa mem-blacklist nama tersebut. Oleh karenanya, para penulis mari berani jujur pada diri sendiri. Jika karya Anda yang selama ini dikagumi pembaca namun pada akhirnya terkuak bahwasanya semua itu adalah palsu, tentu kekaguman itu akhirnya berbuah sumpah serapah.

Jika demikian, masihkah Anda mau melakukan plagiarisme?***


Menyingkap Plagiasi Tulisan di Koran

Harıan Analisa, Kamis, 19 Mei 2016
Oleh: Junaidi Khab

Pada tanggal 8 Mei 2016 bagi dunia literasi mungkin harus menjadi cambukan kembali atas kasus plagiasi oleh salah seorang penulis. Sebenarnya, hal ini bukan isu aktual. Kasus plagiasi sudah pernah terjadi jauh hari sebelumnya. Misalkan di koran nasional Kompas oleh salah satu dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta pada 2014. 

Namun, dengan bijak dosen UGM tersebut mengakui dan melakukan pengunduran dari status dosen UGM, karena hal itu mencoreng almamater. Kasus ini mungkin tidak menjadi jeweran bagi penulis lain. Sehingga, masih tetap ada penulis yang melakukan hal serupa di media massa.

Kejadian plagiasi kini terulang kembali di koran Harian Analisa Medan. Penulis dengan inisial HKH diklaim melakukan plagiasi tulisan milik Bernando J. Sujibto dengan judul “Perkara Prosa di Turki” dengan judul yang tak jauh berbeda. Bernando merupakan penulis asal Sumenep yang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Selcuk University, Konya Turki. Sementara HKH merupakan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang katanya ia mahasiswa sastra. Namun, tulisan yang dimuat di Harian Analisa pada Minggu, 8 Mei 2016 di dalamnya mengandung unsur plagiasi.
[Dari Situs Analisa]

Tulisan Bernando ini kali pertama tayang di media online kawakan basabasi.co Yogyakarta, pada 17 Maret 2016. Kemudian diposting secara pribadi di www.turkishspirits.org. Husnul dengan telaten menambal dan mengukir kalimat-kalimat asli dari tulisan Bernando. Judulnya cuma diganti satu kata, “Perkara” diubah menjadi “Masalah” dengan mengurai beberapa paragraf sebagai bumbu. Memang sedap dan enak untuk dinikmati oleh para pembaca. Namun, sebenarnya itu makanan milik orang lain yang diolah, lalu dimakan oleh publik tanpa mendapat ijin dari pemiliknya. Secara kaidah hukum Islam, publik telah menikmati hasil racikan hidangan otak yang haram.

Melihat kasus semacam ini memang sangat memalukan. Seseorang yang (dianggap) sudah dipercaya oleh media ternyata melakukan plagiasi. Terlebih menggunakan status perguruan tinggi yang tentunya bisa mencoreng almamaternya. Memang, ini kita akui sebagai kejahatan intelektual yang sulit dijangkau hukum negara. Tak ada undang-udang yang melindungi suatu karya tulis dengan sempurna, hanya setengah-setengah perlindungannya. Padahal, plagiasi merupakan kejahatan intelektual, yang secara tidak langsung membunuh peradaban yang telah kita bangun dengan baik melalui ilmu pengetahuan.

Namun, keuntungan masih berpihak pada HKH dengan mengikuti permintaan dari Bernando agar mengakui dan meminta maaf kepada publik. Hal itu dilakukan oleh HKH di dinding akun facebook Bernando dengan berterusterang bahwa ia telah melakukan plagiasi atas tulisan Bernando di basabasi.co. 
[Tulisan di Basabasi.co]

Dengan tangan terbuka, Bernando pun memberikan maaf dengan memberi peringatan kepada publik agar pelaku plagiasi yang meminta maaf jangan sampai dijauhi, tapi Bernando meminta agar menjauhi virus plagiasinya saja agar tidak menjangkit penulis-penulis yang lain. Sungguh mulia. Namun, entah pemberian maaf dari Harian Analisa, basabasi.co, universitas tempat HKH menempuh studi, dan pihak terkait lainnya. Hal itu ada dalam kebijakannya masing-masing untuk menyikapi kasus ini.

Bukan Salah Media

Melihat kasus plagiasi tulisan yang terbit di media (koran) dan lainnya, dalam hal ini masih ada dua pandangan. Pertama, publik mungkin akan memandang bahwa pihak yang bersalah itu penulis yang melakukan plagiasi. Kedua, pihak media yang telah ceroboh menerbitkan suatu tulisan tanpa melihat aspek-aspek tulisannya. Namun, publik tentunya sudah tahu dan cerdas untuk membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Terlebih untuk menyalahkan publik memang sangat cerdas.

Dalam hal ini, saya menegaskan bahwa media (koran) yang memuat tulisan dari hasil plagiasi tidak serta-merta bisa disalahkan. Hal itu dengan alasan bahwa setiap media yang berupa koran atau lainnya sebelumnya tentu memberi ketentuan tentang tulisan yang boleh dikirim untuk dimuat. 

Salah satunya yang perlu diperhatikan yaitu tulisan harus asli, bukan hasil jiplakan atau plagiasi. Jika suatu hari ada tulisan yang dimuat, dan tulisan itu merupakan dari hasil plagiasi, pihak media tentu memiliki kebijakan tersendiri sebagai aturan yang ditentukan secara internal.

Mengingat kejadian kasus plagiasi tulisan yang masih terjadi di republik ini, media harus melakukan penyaringan secara ketat untuk menerbitkan suatu karya yang dikirim oleh publik. Memang, usaha ini sangat sulit dan tidak mungkin dilakukan karena pihak redaktur tentunya tidak hanya menerima satu atau dua tulisan di dapur redaksi. Ada banyak tulisan yang harus dipilah dan dipilih untuk menjadi konsumsi publik. 
[Tulisan Plagiat versi Harian Analisa]
Namun, jika ada usaha yang dilakukan oleh redaktur media, kemungkinan besar kasus plagiasi di negeri ini sedikit-banyak bisa dikendalikan dengan segera memberikan peringatan dan sanksi kepada pelaku plagiasi. Usaha ini bukan serta-merta untuk mematikan kreatifitas para penulis yang melakukan plagiasi, tapi sebagai pelajaran kita semua.

Maka dari itu, menjadi seorang penulis harus benar-benar profesional dengan menggunakan daya kreatifitas sebaik dan semaksimal mungkin. Melakukan plagiasi hanya akan menanam benih-benih kejahatan dan malu kepada publik. 

Selain itu, juga bisa membunuh secara mental jika plagiasi yang dilakukan diketahui publik. Ia bisa merasa terkucilkan dari lingkungannya. Mari, jadi penulis yang benar-benar kreatif dengan menuliskan ide-gagasan inspiratif yang ada di otak kita! ***

Penulis adalah Akademisi, lulusan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya. Alumnus #Kampus Fiksi DIVA Press 2016