Wednesday, July 22, 2009

Dibalik Eksotisme Taj Mahal


Konon, Piramid, dimana tubuh Fir’aun dimumi sebagai saksi sejarah yang hingga kini menjadi bagian tak terpisahkan dari Mesir, mempunyai pertautan historis yang kaut sebagai representasi nilai estetika peradaban dan kebudayaan manusia. Bangunan-bangunan peninggalan bersejarah (historical heritages) dunia tak lepas dari kegetiran ataupun kebanggaan sejarah yang happening pada masanya. Mereka adalah saksi bisu peradaban manusia untuk masa-masa selanjutnya. 

Tembok Besar China (the Chines great wall), Menara Eiffel di Prancis, dan Candi Borobodor di Bumi Pertiwi adalah bukti kejayaan peradaban manusia di masanya. Bangunan-bangunan di atas termasuk dalam “tujuh keajaiban dunia” (the seven-wonderful world) dan dibangun di atas kesadaran budaya yang luarbiasa. Dalam catatan sejarah, semua menomen bersejarah dunia yang dikagumi hingga sekarang merangkum banyak kisah pahit-getir yang harus dikuak dan diketahui setara dengan kekaguman kita. 

Taj Mahal di India juga tak kalah menarik untuk dikuak secara transapran melalui sejarah yang melatari terbangunnya monomen agung itu. Dunia terkagum-kagum terhadap desain-konstruksinya yang bernilai estetika cemerlang—sebuah hasil peradaban yang tak sah dilupakan. Bangunan eksotis dengan dinding pualam yang dirancang berdasarkan citra tentang indahnya surga dalam Al-Qur’an itu, adalah jejak terakhir untuk merayakan cinta abadi raja Shah Jhahan yang berkuasa pada abad 17 M kepada sang permaisuri, Mumtaz Mahal. Dengan bantuan Isa, arsitek berdarah Persia, ditambah dua puluh ribu pekerja dan ratusan gajah, Shah Jhahan berhasil mewujudkan Lambang Keagungan Cinta yang diberi nama: Taj Mahal.

Namun, dibalik eksotime Taj Mahal yang dipuja semua orang sebagai bangunan dengan interior seni yang tinggi itu, terangkum sebuah sejarah getir dan sampai saat ini masih belum terkuak secara transparan. Catatan merah dibalik bangunan itu telah memberikan persaksian tersendiri terhadap terbangunnya Taj Mahal, tentang perang saudara, kisah cinta yang terselubung, dan intrik politik untuk meraup kekuasaan sebanyak mungkin. 

Melalui roman Taj Mahal karya novelis kawakan dari Amerika yang menjadi buku best-seller internasional sepanjang tahun 2004, John Shors mencoba membongkar sisi-sisi getir yang melatari dibalik pembangunan Taj Mahal tersebut. John Shors mencoba membeberkan rahasia itu secara rigid dengan jalinan cerita indah dan bernuansa penuh puitik.

Kisah Getir

Roman memukau ini berlatar di India, di tepian sepanjang kelokan sungai Yamuna. Dua orang cucu, Gulbadan dan Rurayya, tertegun dan penasaran mendengar cerita neneknya, Jahanara yang menjadi tokoh sentral dalam roman setebal 457 ini. Jahanara mafhum jika kedua cucunya sudah saatnya mengetahui rahasia dibalik bangunan megah Taj Mahal dan liku-liku masa lalu kerajaannya. Sembari menaiki perahu sepanjang sungai Yamuna, cerita itu pun mengalir deras.  

Setelah kematian permaisuri Mumtaz Mahal sebab kelahiran sungsang, Shah Jhahan merasa terpukul karena rasa cinta yang teramat sangat kepada sang mendiang. Shah Jhahan mencintai Mumtaz Mahal lebih dari segalanya, dari sekian selir-selir kerajaan yang ada. Untuk mengabadikan cinta abadinya itu, ia kemudian memerintahkan pengawal istana mencari arsitek handal untuk membuat monomen paling indah dan tak terlupakan. Monomen, yang dikenal sebagai Taj Mahal, itu diperintahkan dibangun di atas makam sang permaisuri. 

Untuk membangun Taj Mahal, Shah Jhahan mengundang Isa, seorang arsitek terkenal berdarah Persia. Selama proses pembangunan itu Jahanara, putri Shah Jahan, membantu Isa sebagai staf tetapnya yang telah diizinkan oleh sang raja. Jahanara selalu hilir mudik sekitar area Taj Mahal. Dimana ada Isa disana selalu ada asisten tetapnya si putri Agra, yaitu Jahanara.

Karena lengketnya kebersamaan sang arsitek dengan si cantik putri kerajaan, akhirnya pucuk dicinta ulam pun tiba. Mereka mulai disemai gelora rasa saling mencintai. Meskipun status Jahanara telah menjadi istri resmi orang lain, tapi semua itu tidak berpengaruh bagi kegilaan cintanya. Cinta Jahanara yang menggebu cukup berdasar: karena suaminya yang telah menghabiskan kegadisannnya bukanlah buah cinta Jahanara tapi karena intrik politik kerajaan Agra.

Anehnya, meskipun raja Shah Jhahan tahu ihwal hubungan gelap mereka, ia melegalkan dan membiarkan hubungan itu berlanjut. Bahkan sang raja menyediakan tempat berteduh bagi mereka. Hari-hari mereka penuh dengan kebahagiaan. Hubungan cinta terselubung itu pun berjalan seiring dengan pembangunan Taj Mahal. Monomen itu butuh waktu 4-5 tahun, begitu juga cinta mereka bersemai. Hingga akhirnya buah cinta gelap mereka melahirkan anak perempuan, Arjumand.

Di tengah perjalanan cintanya bersama Isa, Jahanara acapkali medapat perlakuan kasar dari suaminya, terutama ketika di ranjang. Perlakuan menyakitkan dan mematikan seperti singa padang pasir seringkali dipraktekkan. Setelah itu, nada kecemburuan dan kemarahan mendamprat muka Jahanara. Suaminya curiga karena sikap Jahanara semakin tak acuh dan seringkali meninggalkan istana.     

Setelah Taj Mahal selesai bukan berarti pesta kegembiraan yang tumbuh dari keluarga kerajaan Agra, tetapi ada sebuah tragedi giris yang tiba-tiba mengguncang. Perang saudara tak terelakkan antara Aurangzeb, adik Jahanara, yang gila tahta dan Dara, kakak mereka yang bijaksana dan punya toleransi kepada rakyat yang berbeda agama, baik Islam dan Hindu. Kondisi kerajaan semakin genting. Pasukan Aurangzeb pun menggila dan buta hingga akhirnya Dara terluka di tangan adiknya sendiri, dan luka itu membawa kematian bagi Dara. Setelah kudeta atas kekuasaan ayahnya berhasil di tangan Aurangzeb, Jahanara dan ayah mereka, Shah Jhahan, ditahan.

Namun berkat kecerdikan Jahanara mengelabui pengawal istana, akhirnya dia bisa lolos dan melarikan diri dari kawalan ketat kerajaan. Meskipun dengan berat hati meninggalkan sang ayah yang mulai sakit-sakitan, Jahanara akhirnya bertekad meningglkan Agra demi keselamatan anak semata wayangnya, Arjumand, dan menyusul Isa untuk menjalin hidup yang diidamkan. Dia dilarikan oleh Nizam dan Ladli—budak kerajaan yang telah seperti saudara Jahanara sendiri—ke daerah Kalkuta, sebelah utara Agra. Di sanalah mereka menghabiskan masa-masa tuanya bersama orang-orang yang dicintainya.

Meskipun sudah tinggal jauh dari Agra, sekali-kali Jahanara kembali ke kerajaan demi menengok sang ayah yang sedang sakit berat dan medekam di tahanan. Ketika memasuki kerajaan dia harus siap menerima ancaman pembunuhan dari Aurangzeb. Tapi, karena kecerdasannya ia tetap selamat dari berbagai bentuk ancaman.

Setelah Shah Jhahan meninggal dengan mengenaskan di ruang tahanan, kerajaan hasil kudeta Aurangzeb itu pun bergolak dan semua pengawalnya ingkar dan tidak terima dengan berbagai macam kebijakan yang dipustuskan Aurangzeb secara diktator. Akhirnya kerajaan itu pun luluh lantak ditelan kecongkakannya sendiri. 

                                                      ***
Begitu cerita sang nenek, Jahanara, kepada kedua cucunya. Mata Gulbadan dan Rurayya terkaca-kaca ketika sesekali menatap Taj Mahal yang megah dan Benteng Merah, bekas istana Shah Jhahan yang berdiri di sebelah sungai Yamuna. Sejarah getir dibalik pualam cantik itu pun kini telah mereka tahu dengan gamblang. 
Narasi getir dibalik Taj Mahal ini dikemas dengan alur dan jalinan cerita yang runtun dan mudah dicerna. Siapapun bisa menikmati estetika-eksotis novel sejarah ini tanpa mengernyitkan dahi, seperti laiknya novel sejarah dunia lainnya. Melalui narasi-narasi liris pada setiap babak, roman sejarah karya John Short ini menjadi sangat penting dinikmati guna menambah khazanah sejarah klasik dunia.

0 comments: