Thursday, January 07, 2010

Mobil Baru untuk Kado Menteri

Versi cetak tulisan ini dimuat di Suara Merdeka, 07 Januari 2010

TAHUN baru mobil baru. Begitulah kenyataan yang telah diterima oleh jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Tahun 2010 tentu akan menjadi tahun indah bagi mereka yang mendapatkan barang mewah tersebut karena kado mobil mewah untuk mereka bukanlah barang yang mudah didapat dan dipakai sembarang orang.

Mungkin hanya pelaku bisnis andal dengan penghasilan tinggi yang siap memiliki sedan Toyota  Crown Royal Saloon, seperti kendaraan para menteri tersebut, karena harga total plus pajaknya Rp 1,3 miliar/ unit. Mobil produksi Jepang yang dibeli untuk perjalanan dinas petinggi negara berjumlah 79 unit. Sebanyak 34 di antaranya untuk menteri,  selebihnya untuk petinggi lainnya seperti DPD dan pejabat setara lainnya.


Sekarang, mobil dengan harga miliaran itu menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Rakyat menggugat karena uang yang digunakan untuk mobil dinas tersebut adalah milik rakyat kecil yang kemudian diplot oleh DPR periode 2004-2009 untuk anggaran fasilitas mobil mewah pejabat tinggi negara saat ini. 


Jika seandainya anggaran untuk mobil disederhanakan dan dialihkan untuk pembangunan demi kesejahteraan rakyat, tentu semua lapisan bangsa Indonesia akan sangat respek dan menaruh hormat atas sikap kepahlawanan petinggi negara di tengah penderitaan rakyat dan ketidakpastian kondisi ekonomi ke depan.


Apakah etis para menteri berfoya-foya dengan fasilitas mewah di tengah kondisi rakyat yang memprihatinkan? Seperti kasus ibu di Desa Bangga, Sulawesi Tengah yang melahirkan kembar tiga di kamar mandi hanya karena tidak mampu membiayai jika bersalin di rumah sakit. Ibu tersebut harus berperang dengan maut di ujung Indonesia sana, sementara  menteri menguap bangga di Jakarta. 


Ini adalah cermin salah satu ketidakadilan yang terus membengkak dari tahun ke tahun. Kasus ini hanya sebagian dari setumpuk masalah serupa yang sangat lelah untuk diuraikan satu per satu. Apakah kelaparan dan gizi buruk di Yahukimo sana, ataupun di Manokwari, akan dibiarkan terus berlanjut setiap tahun? Sungguh sangat memalukan di mata rakyatnya sendiri jika kejadian yang sama terus berulang di Tanah Air yang konon kaya raya.


Gugatan rakyat adalah suara realitas yang prinsipil dan terang benderang adanya. Gugatan mereka adalah artikulasi yang harus dipahami secara realistik oleh petinggi negara. Jangan ada yang mendustai dan menutupi kondisi riil yang sudah sama-sama terekspose secara transparan di depan mata. Di sana-sani kesenjangan ekonomi dan sosial masih menganga, infrastruktur pendidikan yang terbengkalai sehingga generasi bangsa ini harus belajar di gubuk yang mengakibatkan kepada kemiskinan dan kelaparan yang tak kunjung selesai. 


Bahkan, setiap tahun bangsa ini harus selalu menerima kenyataan tentang busung lapar dan kondisi infrastruktur pendidikan yang masih terbengkalai. Mereka meratapi getirnya kehidupan di bawah negara kesatuan ini, dan rakyat kita di mana-mana bahkan kehilangan harapan untuk menatap tahun baru 2010. Mereka maklum mengalami hal demikian karena kondisinya yang sudah tragis, sementara struktur negara justru semakin melemahkan kondisi mereka. 


Dalam kondisi demikian, kekerasan tak ayal akan terus tumbuh subur di negeri ini. Keputusasaan dalam hidup yang memaksa pasangan keluarga bunuh diri, membantai anak sendiri, ataupun melakukan tindak kekerasan lainnya adalah bentuk logis dari pupusnya harapan rakyat kecil yang kehilangan lapangan pekerjaan, dan pendidikan yang makin melangit. Sekarang rakyat kecil terus terhempit nasibnya digilas para penguasa sendiri yang sama sekali tidak mempunyai kepekaan sosial.
Ada di manakah nurani petinggi bangsa saat ini? Pertanyaan ini perlu direnungkan bersama di tengah kondisi sosial masyarakat yang masih memprihatinkan. Lolosnya pengadaan mobil tersebut adalah representasi dari nurani para wakil rakyat dan petinggi negara lainnya. Kita bisa memahami nurani petinggi bangsa ini dari gaya mereka berbicara, bersikap, dan memanfaatkan fasilitas negara yang merupakan milik rakyat banyak. 


Jangan-jangan anggaran untuk pengentasan kemiskinan dibelokkan atau dipangkas untuk membeli mobil dinas supermewah tersebut? Secara sederhana bisa dipahami bahwa hadirnya mobil mewah akan mendefinisikan manusia (baca: nurani pejabat) yang menggunakannya. 


Akhir-akhir ini, khususnya di kalangan elite metropolitan, ada kecenderungan bahwa manusia bisa dipahami melalui gaya mereka bermobil, tentu dengan merek yang menjadi gengsi. Manusia-manusia dalam konteks pemahaman tersebut adalah produk murni pragmatisme-kapital dan orang-orang yang menghamba kepada konsumerisme. Apakah para petinggi bangsa ini sudah dijangkiti penyakit ini?
Jika term ini yang dipakai, secara sederhana bisa disimpulkan bahwa petinggi negara, apakah pembuat anggaran ataupun pengguna mobil, telah mendefinisikan dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai kepekaan sosial. Karena dalam pikiran mereka sudah menggurita racun kapitalisme dan konsumerisme. Jadi kepuasan materi hanya menjadi tujuan mereka. 


Sesuai Anggaran


Coba kita bandingkan dengan mobil menteri di Malaysia. Di negeri jiran itu, mobil dinas untuk pejabat sebagian besar adalah mobil keluaran Proton, BUMN asli Malaysia. Malaysia hanya meningkatkan spesifikasi agar para pejabat merasa nyaman dan memberikan keamanan lebih.
Yang pasti, kebanggaan terhadap produksi negeri sendiri menjadi nilai lebih bagi Malaysia. Bahkan di Belanda, mobil para menteri  dibebaskan terserah selera mereka. Asalkan harganya sesuai anggaran. Tidak boleh melebihi 44,54 sen euro per km x usia mesin (sekitar Rp 650 juta).
Memang, secara legal formal pembelian mobil itu sah. Tapi secara nurani kemanusiaan atas nama bangsa sungguh tidak etis. Meminjam istilah Laoda Ida, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), mendapatkan jatah mobil dengan miliaran ruiah itu sangat tidak pantas bagi pejabat tinggi untuk saat ini.


Begitu juga penuturan arif seorang Bibit Samad Riyanto yang mengedepankan kejernihan nuraninya dalam menyikapi kontroversi jatah mobil menteri. Bagi Bibit, jika dengan mobil mewah bisa mengurangi kasus korupsi, tentu sangat membanggakan. Namun, sejarah telah mencatat bahwa banyak kasus korupsi di kalangan elite meski fasilitas sudah melimpah. 

0 comments: