(Catatan Satu Tahun Kematian KH Zainal Arifin Thaha)
Tulisan ini digunting dari blog Fatkhul Anas,seorang sahabat seperjuangan saya di bawah asuhan Gus Zainal.
14
Maret 2007 jagad Yogyakarta kehilangan seorang cendekiawan dan
budayawan muda kharismatik. Dialah KH Zainal Arifin Thaha, cendekiawan
kelahiran kediri, 5 Agustus 1972. Dalam usianya yang ke-35 KH Zainal
Arifin Thaha mangkat menuju kehadirat Ilahi dengan meninggalkan istri
tercinta, 5 orang putra serta para santri Pondok Pesantren Mahasiswa
(PPM) Hasyim Asy’ari. Gus Zainal panggilan akrab bagi KH Zainal Arifih
Thaha, adalah sosok manusia istimewa. Beliau selain dikenal sebagai
cendekiawan juga merangkum budayawan, penyair, dosen, seniman, bahkan
Kyai. Disinilah kepribadian yang luar biasa terangkum dalam diri Gus
Zainal. Hanya saja belum sempat melanjutkan cita-cita luhurnya, beliau
harus pulang kehadiran Ilahi dalam usia muda.
Gus Zainal selama ini
dikenal sebagai orang yang selalu enerjik. Hal ini mendorong beliau
menjadi motivator ulung. Dimanapun dan kapanpun beliau mampu memberikan
motivasi. Dalam seminar-seminar beliau selalu tampil semangat dan mampu
menghipnotis peserta. Terhadap perbedaan paham beliau bersikap hormat.
Tidak mempergujingkan paham tertentu, apalagi fanatik. Rumah beliau
terbuka lebar untuk siapapun. Mulai dari intelektual, penyair,
budayawan, doktor, mahasiswa, masyarakat desa, bahkan pengemis pun
beliau layani dengan ramah. Beliau juga tidak pernah merasa lelah
menghadapi berbagai persoalan hidup. Malah segala persoalan beliau
jadikan hikmah.
Dimanapun dan kapanpun beliau selalu membawa mata air
pencerahan ditengah tandusnya jagad kehidupan. Tak ayal, pasca kepergian
Gus Zainal, jagad Yogyakarta benar-benar merasa kehilangan.
Kiprah
maupun pemikiran Gus Zainal banyak difokuskan untuk menggodok kalangan
generasi islam terutama para santri. Gus Zainal menginginkan para santri
mampu mewarnai jagad Indonesia melalui tulisan-tulisan di berbagai
media massa. Karenanya beliau mendirikan Pesantren Mahasiswa (PPM)
Hasyim Asy’ari sekitar tahun 2004 sebagai implikasi dari pemikirannya.
Disana para mahasiswa yang nyantri digodok menjadi penulis berbagai
bidang. Mulai dari kolom, artikel poluler (opini), puisi, esay, cerpen,
maupun novel, dijadikan kurikulum. Para santri juga digodok menjadi
santri mandiri. Keinginan Gus Zainal sederhana, yaitu ingin agar
pemikiran para santri mampu dipandang positif diranah publik. Selain
itu, budaya tulis menulis dikalangan para santri sebagaimana dilakukan
oleh para Funding Father pesantren juga tidak mandeg.
Fokus Gus
Zainal tidak hanya terpusat pada PPM Hasyim Asy’ari. Beliau juga banyak
memberikan pelatihan tulis-menulis di berbagai pesantren maupun lembaga
pendidikan. Selain di Yogyakarta sendiri, mulai wilayah Jawa Timur,
Madura, serta Jawa Tengah, juga telah dirambah. Beliau sangat antusias
dalam memberikan ilmu tulis-menulis tersebut. Beliau juga sering diminta
menjadi pembicara dalam berbagai seminar. Disanalah Gus Zainal
menuangkan berbagai ide dan gagasan-gagasan cemerlangnya. Selain juga
ditulis dalam berbagai buku mulai dari Kenyelenehan Gus Dur: Gugatan
Kaum Muda NU dan Tantangan Kebudayaan; Runtuhnya Singgasana Kyai: NU,
Pesantren dan Kekuasaan, Pencarian Tak Kunjung Usai; Eksotisme Seni
Budaya Isam: Khazanah dari Serambi Pesantren, Membangun Biudaya
Kerakyatan; serta berbagai antologi puisi dan buku-buku yang lain.
Pandangan Gus Zainal
Pandangan
tajam Gus Zainal terfokus pada keadaan kemandegan kreatifitas
dikalangan umat islam terutama para santri. Gus Zainal melihat para
santri masih sering gagap dalam mengahadapi modernitas. Kiprah mereka
tidak banyak terekam dalam ranah publik. Mereka juga masih dipandang
sebelah mata. Ini bisa dikatakan wajar karena selama ini santri sering
mengisolasi diri di alam pesantrennya tanpa mau berdialektika dengan
lingkungan luar. Mereka tidak mau tanggap terhadap realitas sekitar.
Agama bagi mereka masih sering dimaknai “agama untuk agama”, bukan agama
demi kemaslahatan sosial. Karenanya kiprah para kaum santri kurang
terlihat dalam ranah publik.
Dari hal ini, Gus Zainal menginginkan
para santri bangkit. Sebagaimana dalam bukunya Eksotisme Seni Budaya
Isam, Gus Zainal banyak mengekspos masa kejayaan islam dahulu. Gus
Zainal berbicara panjang lebar seputar kejayaan islam. Mulai dari
kemajuan ilmu pengetahuan, seni, sastra, serta kemajuan peradaban,
banyak diperbincangkan. Bagi Gus Zainal hal ini bukanlah untuk evoria
sejarah, tetapi digunakan sebagai motivasi bagi para generasi muda islam
terutama santri. Diharapkan para santri tergugah kesadarannya untuk
kembali merebut kejayaan islam. Para santri digugah agar mencari ilmu
secara holistik-komprehensif, bukan sekedar paradigmatik. Gus Zainal
juga menginginkan para santri mampu menjadi intelektual-ensiklopedik
yang menguasai berbagai keilmuan. Sebagaimana dahulu para intelektual
islam lahir, saat ini ditengah modernitas diharapkan intelektual islam
lahir kembali.
Meski tetap mempertahankan tradisinya, diharapkan
santri tetap mampu memberikan kontribusi positif terutama di ranah
publik. Santri jangan hanya sekedar berperan di tingkat desa. Apalagi
sekedar dalam dunia politik. Santri menurut Gus Zainal, semestinya mampu
mewarnai berbagai sudut kehidupan. Ini paralel dengan gagasan Nur
Cholis Majdid yang juga menginginkan umat islam mampu mewarnai
kehidupan. Selain itu, santri juga semestinya mampu berjalan dibarisan
paling depan sebagai panutan. Bukan seperti saat ini, mayoritas santri
masih tertatih-tatih menghadapi modernitas. Malah sebagian ada yang
masih terbelakang.
Gagasan Gus Zainal sebagian telah mampu
terealisasi. Terbukti Gus Zainal mampu membimbing para generasi muda
terutama para santri untuk menjadi penulis handal yang mewarnai berbagai
media. Tercatat nama-nama seperti Muhammadun AS, Gugun El-guyanie,
Salman Rusydi Anwar, Bernando J Sujibto, Mahwi Air Tawar, M Yunus BS, dan masih
banyak nama yang lain mampu mewarnai media dengan tulisan-tulisan
mereka. Mulai dari kolom, puisi, cerpen, esai, telah mereka kuasai dan
mampu dituangkan di berbagai media. Namun, lagi-lagi kita prihatin.
Sebab belum sempat gagasan Gus Zainal terlaksana sepenuhnya, beliau
harus berpulang ke Rahmatullah. Tetapi mau bagaimana lagi. Hal ini tidak
bisa dipungkiri karena telah menjadi suratan takdir Allah. Saat ini
kita hanya bisa berharap kepada para santri yang ditinggalkan,
putra-putri beliau serta istri tercinta beliau, agar mampu meneruskan
risalah Gus Zainal. Apa yang selama ini digagas Gus Zainal semoga terus
berlanjut serta tidak terputus ditengah jalan. Dan bagi Gus Zainal
semoga Allah senantiasa memaafkan dosa-dosanya dan menempatkan beliau
ditaman surganya, allahummaghfirlahu warkhamhu wa‘aafihi wa’ fu’anhu,
amin.
0 comments:
Post a Comment