Saturday, July 27, 2013
Ambiguitas Perdamaian Sipil
PEKAN-PEKAN ini, jika
Anda berkunjung ke Yogya, Anda akan menemukan suguhan menarik di ruang publik
yang layak diperbincangkan lebih serius, yaitu spanduk-spanduk yang bertebaran
di ruas-ruas jalan utama ataupun hanya selebaran-selebaran kecil yang
disebarkan melalui kertas photo copy seadanya.
Pesannya bernada
sama: “Rakyat Yogya Menolak Premanisme‘ atau “Yogya tanpa Preman‘.
Kalimat-kalimat tersebut antara lain: Sejuta Preman Mati, Rakyat Yogya Tidak
Rugi, Anda Sopan Kami Hormat, Anda Preman Kami Sikat, dan khusus
untuk pelajar, ada pesan begini: Ke Yogya belajarlah yang baik dan jadilah
warga yang baik. Yogya Nyaman Tanpa Preman.
Saturday, July 13, 2013
Mengkaji Perbedaan
Versi cetak dari tulisan ini ada di Suara Medeka
taken from www.suaramerdeka.com |
Hari-hari ini, kehidupan kita sedang berada pada titik
paling awas terhadap perbedaan. Perbedaan menjadi korpus sensitif yang banyak
mempengaruhi perspektif kita dalam memahami konflik dan sekaligus strategi perdamaian
di Indonesia. Artinya, terma perbedaan telah menjadi semacam lokus segala
hiruk-pikuk tragedi kekerasan khususnya yang menyangkut tentang agama dan
aliran kepercayaan, seperti dalam kasus Syiah di Sampang, Jawa Timur, misalnya.
Belajar dari kasus Syiah di Sampang, saya berhipotesis bahwa
perbedaan telah menjadi lokus yang selalu didendangkan oleh logika mainstream anak
bangsa dalam melihat konflik (atau potensi konflik) dan kekerasan di Indonesia.