17 April 2015 kemarin saya mengomentari sebuah status Facebook seorang teman yang saya anggap sebagai guru. Guru, karena dia sudah menyampaikan beberapa potongan ilmu kepada saya tentang isu environment dan jenis-jenis makanan tradisional Indonesia (khurusnya Indonesia Timur) --kalau saya tidak salah ingat tentang sesi yang dia isi di sebuah acara yang mempertemukan saya denganya. Dalam status tersebut dia share sebuah tautan berita berjudul Seorang Ayah & Anak Di Iran Akan Di Eksekusi Mati Karena Solat 5 Waktu dari sebuah blog beralamat di sini beritaislaminews.blogspot.com. Ingat, sumber yang seolah berita tersebut dari sebuah blog personal. Ya, seperti blog saya ini. Bisa saja opini pribadi, berita atau bahkan penyebaran isu-isu kebencian. Who knows?
Karena saya juga tidak tahu, lalu terjadilah obrolan berikut ini sebagai proses ingin tahu:
Saya tidak tahu banyak siapa Amar Ma'ruf selain seorang
sarjana master (waktu itu sekitar awal tahun 2011) lulusan Belanda yang mengisi
sebuah sesi acara konferensi internasional di Yogyakarta. Saya tidak butuh
menelisik siapa orang ini, karena saya mengamalkan ilmu pendek saya dari
guru-guru di pesantren yang pernah mengajarkan Pepatah Arab ini: undzur ma qola wala tandzur man qola.
Sebagai pengisi sebuah sesi acara, tentu saya (dan mungkin
sebagian teman) akan cukup baik mengingatnya, apalagi ada sesi perkenalan dan kontak
personal. Pertemanan pun berlanjut di Facebook setelah saya add tentunya. Pasti
Amar tidak mengenal siapa saya, dan itu tidak penting. Yang penting saya
mengenal dia, seseorang yang sudah memberikan sesempal ilmu yang harus saya
hormati.
Layaknya pertemanan kebanyakan di media sosial, tak ada
komunikasi di antara kami selain kalau ada isu-isu khusus, tertentu atau
menjadi konsen masing-masing. Sekitar akhir 2014 dan awal 2015, saat isu
Syiah-Sunni makin kencang di Indonesia, saya menemukan postingan yang muncul di
jendela Facebook saya dengan nama “Abu Dihyah Amar Ma'ruf”, salah satu orang
yang paling gencar menyebarkan serangan untuk kelompok Syiah. Saya tidak kenal
nama itu. Satu dua kali saya lewatkan, tapi nyaris setiap postingan dia
memunculkan isu yang satu ini. Setelah saya cek ternyata beliau Amar Ma'ruf
yang saya kenal (bukan dia yang kenal saya) pada tahun 2011 silam, seorang mahasiswa
master alumni Belanda.
Dengan maksud agar dibaca oleh teman-teman luas, saya pasang
juga tautannya di akun Facebook saya. Tujuan saya memindahkan obrolan dengan Bung Amar ke Facebook saya pribadi sederhana: agar cara-cara asal-comot dari sumber berita, opini, dll di internet yang begitu mudah dan cepat perlu tambah awas dan sekaligus mawas diri. Tapi karena postingan Amar Ma'ruf tidak
disetel “public” (sehingga tidak bisa dibuka oleh selain teman Facebook-nya),
akhirnya saya pasang crop di atas di
kolom komentar, atas inisiatif saya sendiri dan karena juga ada seorang sahabat
baik minta.
Dan betul, teman saya tadi langsung berkomentar: Eh, itu beneran dia alumni belanda? Kalau
iya, gaya berpikirnya kok masih udik begitu ya, bung...
Lalu, tidak sampai dari durasi satu jam, saya di-unfriend, sebuah peristiwa yang sebelumnya sulit
saya alami dalam dunia per-Facebook-an. Dan saya pun langsung message dia via Facebook sebagai
permintaan maaf bahwa saya tidak ada maksud menyakiti atau menyerangnya, selain
hanya berdiskusi—seperti dalam crop-an
di atas.
Akhi Amar Ma'ruf…. Selamat beraktivitas.
0 comments:
Post a Comment