Monday, June 29, 2015

Kemenangan Kelompok Minoritas di Turki

Versi cetak dari tulisan ini dimuat di Majalah GATRA, edisi 1 Juli 2015

Pemilihan Umum Turki 7 Juni 2015 silam menyajikan hasil mencengangkan dan sekaligus akan menjadi turning point bagi masa depan demokrasi di Turki sendiri. Pasalnya, partai politik yang didukung oleh mayoritas suku Kurdi (dan tidak pernah mendapatkan tempat di parlemen sepanjang sejarah Republik Turki) akhirnya meraih tiket duduk di DPR dalam periode empat tahun ke depan. Partai HDP (Halkların Demokratik Partisi/ Peoples' Democratic Party), partai berhaluan sosialisme demokratik dan anti-kapitalis terkuat di Turki, telah melampaui persyaratan Seçim Barajı (Parliamentary Threshold) dengan mendapatkan 13 % suara nasioanl. Turki adalah satu-satunya negara demokrasi yang mematok Seçim Barajı dengan minimal 10% suara pemilu nasional.

Data terakhir hitung cepat yang dilakukan media-media lokal telah membeberkan perolehan suara dan kursi di parlemen: AKP (Partai Pembangunan dan Keadilan) 258 kursi (40.86%), CHP (Partai Rakyat Republik) 132 kursi (24.96%), MHP (Partai Gerakan Nasionalis) 80 kursi (16.29%), dan HDP (13.12%) dengan 80 kursi. Perolehan suara HDP tidak lepas dari partisipasi pemilih luar negeri yang signifikan. Selain merebut suara mayoritas di daerah Turki timur dan tenggara, sebagai basis suku Kurdi, HDP mengantongi suara berlimpah dari warga Turki di luar negeri. Seperti dilaporkan, perolehan suara dari luar negeri tercatat: AKP 49.30%, HDP 21.03%, CHP 17.02% dan MHP 9.15%. Perebutan kursi di parlemen Türkiye Büyük Millet Meclisi yang berjumlah 550 sudah final dengan kehadiran kandidat baru yang akan meramaikan proses demokrasi di Turki.

Sejak awal berkiprah di ranah politik nasional, sepak terjang HDP mengundang memang decak kagum kelompok-kelompok minortas. Sejak pemilihan presiden Turki yang dihelat secara langsung 10 Agustus 2014 silam, Selahattin Demirtaş sebagai ketua partai dan sekaligus calon presiden hadir di pentas politik nasional dengan penuh simpatik dan kharismatik. Namun begitu, dia harus rela berada di posisi ketiga dengan perolehan suara 9.76%, tertinggal jauh dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan yang meraup suara 51.79%. Sementara tren dukungan positif yang ditunjukkan oleh pemilih dikelola dengan sangat cerdik oleh HDP sebagai bekal menghadapi Pemilu yang sebenarnya ini.

HDP didirikan tahun 2012 oleh kelompok sayap kiri yang bertekad menembus Seçim Barajı di parlemen Turki, sekaligus sebagai satu-satunya corong pro-Kurdi di panggung politik, setelah partai-partai sebelumnya seperti BDP  (Peace and Democracy Party) atau BDP (Democratic Regions Party) gagal menarik simpati. Partai ini dibentuk dengan kematangan ideologi dan strategi politik yang nyaris tanpa celah. Jika ditilik ke dalam sistem internal partai, sudah sangat jelas dipersiapkan bagaimana nilai-nilai demokrasi, partisipasi dan kesetaraan yang menjadi jualannya tercermin sangat jelas. HDP adalah satu-satunya parpol di Turki yang memakai sistem kepemimpinan co-presidential dengan dua ketua yang terwakili secara gender: Demirtaş dan Figen Yüksekdağ. Di samping itu, calon anggota DPR yang maju dari partai ini pun sangat beragam dalam aspek latar belakang dan kelas sosial.

Diskriminasi Minoritas

Meskipun suara mayoritas milik AKP, kehadiran HDP di parlemen akan mewarnai proses politik di parlemen. Kebijakan pluralis dan multikultiralis yang diusung HDP menjustifikasi geliat kelompok-kelompok di minoritas di Turki. Sebagai parpol pro-Kurdi, yang sekaligus dapat ditandai sebagai simbol gerakan minoritas, suara disumbang penuh oleh Kurdi diaspora, kelompok-kelompok minoritas seperti pemeluk Yahudi, Kristen dan LGBT ataupun kelompok left-wing yang ingin melihat keterwakilan mereka di di parlemen Turki. Keberhasilan HDP adalah kemenangan kelompok minoritas. Perjuangan suku Kurdi di Turki khususnya setelah Era Republik menjadi simbol penting gerakan minortas yang tak pernah padam.

Ahli Kurdi terkemuka Martin van Bruinessen, antropolog dan profesor di Utrecht University, telah menyajikan serangkaian hasil penelitian penting selama puluhan tahun untuk melihat secara komprehensif gerakan suku Kurdi baik di Turki, Iran ataupun Irak. Bersama intelektual lokal Turki seperti Ismail Beşikçi dan Kemal Burkay, Bruinessen adalah ahli Kurdi terdepan yang menerabas isu maha tabu tersebut sejak akhir 60-an. Identitas Kurdi digencet rapat selama puluhan Tahun. Bahasa, pakaian, cerita-cerita rakyat, nama-nama dan simbol-simbol lokal dilarang oleh pemerintah Turki (Bruinessen,1984). Dalam perjalanan ke daerah Turki tenggara seperti Diyarbakir, Mardin dan Batman musim panas tahun kemarin, saya bertemu dengan masyarakat Kurdi yang tidak bisa berbahasa Turki. Meksipun daerah-daerah tersebut sudah dibangun secara pesat di bawah pemerintahan AKP, fakta ini tidak bisa dinafikan bahwa diskriminasi selama puluhan tahun telah menyiksa mereka.

Tidak hanya secara kultur mereka diredam, aspirasi di ranah politik pun dijegal. Batas Parliamentary Threshold setinggi 10% secara tersurat untuk mengekang suara-suara minoritas seperti Kurdi. Di tengah tekanan yang bertubi-tubi, justru semangat kemerdekaan Kurdistan semakain benderang. Tidak mendapatkan kebebasan di Turki, mereka menjadi diaspora di Inggris dan negara-negara Eropa lainnya. Di sana energi perlawanan terus dipupuk. Ditambah oleh kepentingan negara-negara tetangga yang tidak suka Turki semakin kuat telah ikut andil mendukung penuh gerakan-gerakan Kurdi di luar negeri.

Bagaimana pun, kehadiran HDP di pentas politik akan memperkuat proses demokrasi yang plural dan mewakili kelompok-kelompok minoritas di Turki. Partai yang berafiliasi kuat dengan gerakan sosialis transnasional seperti Syriza di Yunani dan Podemos di Spanyol ini akan mengawal era baru politik Turki dengan ideologi politik minoritas.

Kebangkitan left-wing?

Menariknya, keberhasilan HDP di Turki bisa dilihat juga dalam konstelasi politik sayap kiri transnasional yang semakin bergeliat khususnya di Eropa setelah mengalami kemunduran ekonomi akibat resisi tahun 2010. Di Eropa, khususnya negara-negara Mediteranea, potensi kebangkitan politk buruh, kelompok minoritas dan kaum sosialis mulai terbaca setidaknya dalam lima tahun terakhir. Dalam dua tahun terakhir milsanya kita menyaksikan tren positif kebangkitan partai Syriza di Yunani. Terbukti pada Januari 2015 silam partai yang mendukung penuh massa turun ke jalan melawan penghematan pemerintah merebut 149 dari 300 kursi parlemen dan mendaulat ketua umum partai Alexis Tsipras menjadi PM Yunani. Tak berselang lama, pada pemilu regional akhir bulan Mei kemarin di Spanyol, muncul kebangkitan baru politik sayap kiri Podemos.

Uniknya, ketiga partai politik yang beroperasi di tiga negara berbeda ini mempunyai afiliasi ideologis yang kuat. Syriza yang mulai hadir sebagai sentral kekuatan baru dalam politik sayap kiri di Eropa menjadi barometer dan pengayom benih-benih ideologis dari partai politik yang menyebar di beberapa negara termasuk Turki. Bahkan Iglesias melalui akun Twitter-nya @Pablo_Iglesias_ menyampaikan ucapan selamat kepada kompatriot idologisnya: The wind of change keeps blowing. Congratulations, @HDPgenelmerkezi. ¡Venceremos!

Dalam empat tahun ke depan, kita akan menyaksikan kiprah politik sayap kiri di Turki yang sudah absen dalam 20 tahun terakhir. Di samping itu, suara-suara minoritas akan semakin semarak mewarnai diskursus politik parlemen ataupun di ranah praktis.

Note: photos thanks to Byan and Mbak Akriz

0 comments: