Sunday, July 29, 2012

Komposisi Masyarakat Damai

Versi cetak artikel ini dimuat di Jurnal Nasional edisi, 16 Juni 2012

PEKAN ini kita, khususnya para penggiat perdamaian di bumi Indonesia, kembali dikejutkan oleh serangkaian kekerasan yang mendera tanah Papua. Sejak Papua bergabung dengan RI tahun 1960-an, konflik dan kekerasan di Papua tidak pernah selesai hingga hari ini. Beragam modus kekerasan dengan kepentingan masing-masing terus tumbuh dengan bentuk berbeda-beda. Penembakan misterius oleh segelintir kelompok menjadi tantangan baru tentang reproduksi kekerasan yang sengaja didesain sebagai bentuk provokasi demi kepentingan masing-masing kelompok yang bermain di tanah Mutiara Hitam itu. 

Dalam sejarah konflik kekerasan di mana pun, tanah yang mempunyai kekayaan alam berlimpah dan menjanjikan akan selalu menjadi ladang perang dan gejolak (tension). Masa kolonialisme sudah menunjukkan realitas tersebut secara gamblang. Di abad ini, spirit kolonialisme dan imprealisme untuk menguasai kekayaan dan potensi alam suatu daerah suatu negara tidak akan pernah surut dengan pendekatan baru berupa konspirasi dan operasi inteligen kelas tinggi. 

Sehingga, jika konflik di Papua selalu direcoki negara-negara besar seperti Amerika, Portugal atau pun Australia. Sementara negara-negara yang diam-diam mengincar kekayaan alam di sana sangat banyak, seperti: Inggris, China, dan Jepang. Ketika kekerasan dan konflik terus bergolak, saat itu pula peran negara dipertanyakan, baik oleh internal negara ataupun oleh publik internasional. 

Maka itu, pemerintah Indonesia harus cepat-cepat mengubah kebijakan militer yang sejauh ini dipraktikkan sebagai pendekatan peacekeeping di tanah Papua. Kehadiran negara dengan bentuk nonviolence (nirkekerasan) sungguh sangat diperlukan sebagai bentuk rekonsiliasi dan transformasi konflik. Kepentingan-kepentingan kapitalisme asing yang sudah kadung menumpangi para konglomerat lokal harus benar-benar dievaluasi keberadaannya sebelum tragedi-tragedi lain terjadi untuk Papua. 

Harian The Nation (23/12/2011) menurunkan artikel menarik tentang komposisi perdamaian dunia dalam konteks negara. The Institute for Economics and Peace sebagai badan penelitian internasional yang sangat kompeten dalam ranah peace studies membeberkan suatu penemuan menarik tentang komposisi masyarakat damai dalam tulisan ilmiahnya Structures of Peace. Media yang terbit di Amerika ini tidak segan-segan mengkritik kebijakan peacekeeping yang dipraktikkan negaranya sendiri untuk misi perdamaian di banyak negara, khususnya di Timur Tengah. 

Pertama, government effectiveness. Menurut hasil penelitian, efektivitas pemerintah diukur dari aspek pelayanan publik, civil service, formulasi kebijakan dan implementasi, serta kredibilitas pemerintah atas komitmen terhadap kebijakan yang dibuat (Michael Shank, 2011). Government effectiveness sangat erat terkait dengan birokrasi suatu negara. Artinya, negara yang tidak mempunyai sistem birokrasi yang efektif akan berakibat lamban terhadap proses dan sirkulasi pelayanan yang langsung berhadapan dengan publik internal ataupun relasi antarnegara. Bagi pemerintahan yang tidak mempunyai government effectiveness tidak bisa dimungkiri praktik suap dan korupsi di mana-mana. 

Kedua, distribution of resources. Ini tentang keadilan sumber daya. Distribusi sumber daya alam dan kekayaan lainnya menjadi salah satu kunci bagi stabilitas nasional. Sebab, hal tersebut menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh suatu daerah dalam satu negara. Di sini tentu berbicara tentang keadilan energi dan distrusi kekayaan negara. Maka itu, rakyat harus menjadi fokus utama stabilitas distribusi jika kita menghendaki kehidupan yang damai. 

Namun naifnya, Papua tidak mendapatkan kelayakan distribusi sumber daya yang mereka miliki. Di sinilah bias diskriminasi itu tumbuh besar di tanah Papua. Padahal, distribution of resources harus benar-benar diperhatikan sebagai kewajiban negara bagi rakyatnya. Masalah-masalah seperti ketercukupan sandang pangan, kesehatan, dan pendidikan adalah kebutuhan dasar yang tidak boleh dilalaikan oleh negara. Masalah ini harus terus diperbaiki demi memberikan keadilan bagi rakyat untuk maju, mendapatkan pendidikan, dan pekerjaan. Di Amerika, distribusi sumber kekayaan negara sudah mulai timpang, yaitu ketidakadilan pendapatan rata-rata sejak depresi ekonomi Amerika, seperti dilaporkan oleh Economic Policy Institute sejak 30 tahun terakhir. 

Ketiga, high levels of education. Tingkat pendidikan tentu ikut dalam menentukan akses menuju standar hidup yang lebih baik dan sejahtera. Semakin tinggi rakyat suatu bangsa mendapatkan akses pendidikan, semakin mudah taraf hidup mereka meningkat. Peran pendidikan terhadap perdamaian tentu sangat penting karena aspek ini akan membeberkan tentang kesadaran humanis. Keempat, business environment. Bagi negara yang mulai terlibat aktif dalam arus industri, kenyamanan lingkungan bisnis sangat menentukan terjadinya proses stabilitas internal negara. 

Selain itu, rights of others menjadi salah satu penemuan penting dalam struktur masyarakat damai. Negara atau pun kelompok yang mempunyai kesadaran dan respek atas hak orang lain akan menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme sebagai basis perdamaian sejati. Dari situ kemudian akan terbangun good relationship with neighbors ketika masyarakat sudah mempunyai kesadaran dan respek atas hak masing-masing.

Poin ketujuh, free flow information. Keterbukaan arus informasi menjadi kunci bagi partisipasi dan kesadaran internal atau pun komunal bagi suatu negara. Artinya, informasi mempunyai peran penting dalam membentuk kesiagaan yang mengancam kapasitas internal suatu masyarakat. Keterbukaan arus informasi juga sangat menentukan proses partisipasi masyarakat itu sendiri dalam mengimplementasikan aspirasi yang mereka punya. Ketika suatu masyarakat sudah terbuka dan bisa menyampaikan aspirasi kepada negara, di situ akan terjadi rasionalitas komunikatif yang bisa membantu menciptakan dinamika bagi terciptanya perdamaian. 

Poin terakhir, low level of corruption. Poin terakhir ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang hingga hari ini masih terseok-seok untuk lepas dari masalah korupsi. Pemerintah Indonesia sangat perlu mengevaluasi diri secara serius tentang potensi-potensi internal yang nanti akan mengganggu proses perdamaian bangsa ke depan.

0 comments: