Tulisan ini saya gunting dari versi cetak di Suara Merdeka
taken from http://www.suaramerdeka.com |
Tokoh sosialis abad ke-21 ini memang tidak sepi dari kontroversi, baik dari dalam negaranya sendiri maupun dari luar negeri. Kita tahu Chavez menjadi episentrum gerakan sosialisme modern dengan memimpin negara Venezuela --sejak 1999 hingga 2013-- sebagai pusaran perjuangan dan pelabuhan bagi ideologi sosialisme.
Sebagai negara-bangsa yang pernah punya percikan sejarah perjuangan sosialisme, kita perlu menilik kematian Chavez sebagai momentum menghangatkan ingatan tentang sosialisme yang mulai redup dari waktu ke waktu. Kita bisa mempertanyakan secara kritis siapa kira-kira generasi kuat selanjutnya yang sanggup meneruskan sisa-sisa semangat sosialisme di Amerika Latin?
Satu per satu tokoh kunci sosialis berguguran dengan riwayat penyakit yang nyaris sama: kanker. Setelah Che Guevara, Fidel Castro, dan Chavez, hanya ada segelintir orang seperti Raul Castro di Kuba, Evo Morales di Bolivia, dan Lula da Silva di Brasil. Namun dua orang terakhir belum layak menjadi ikon yang tegas berdiri berseberangan dengan musuh ideologis mereka: kapitalisme dan neoliberalisme.
Sejak awal saya curiga bahwa sosialisme telah dihancurkan secara halus oleh generasi bangsa mereka sendiri, atau bahkan oleh anak cucu penganjur gerakan ini. Mereka seperti tidak sadar bahwa kinerja ideologi sosialisme sudah dipereteli dari dalam dengan pendekatan ’’double speak’’ ataupun ’’double policy’’ yang dimainkan oleh musuh utama mereka, yaitu Amerika.
Kinerja ideologi merasuk ke dalam bentuk ingatan kolektif dan laku ketidaksadaran sebuah masyarakat. Ingatan selalu menjadi titik tolak kesadaran imperatif yang melekat dalam tindakan kehidupan suatu bangsa. Secara sosial antropologis, ingatan bisa dikatakan sebagai hasil metamorfosis tentang gejolak ideologi dalam negara secara umum, atau merupakan hasil konsensus masyarakat yang mereka tangkap bersama sebagai buah dari proses kebudayaan.
Deskripsi itu terjadi dalam kinerja ideologi kapitaslisme, bukan sosialisme, seperti saya alami ketika studi jangka pendek di negara bagian South Carolina. Waktu itu saya memakai T-shirt bergambar Che Guevara. Ternyata banyak kolega, pegawai kampus, dan dosen menanyakan apakah saya menyukai sosok itu.
Itu pengalaman yang sungguh menakjubkan bagi saya mengingat sosok Che benar-benar menyita perhatian banyak generasi tua tahun1960-an yang saya temui di area kampus University of South Carolina. Saya menyimpulkan bahwa negara (Amerika) berhasil menancapkan jarum-jarun ideologis dengan menempatkan musuh ideologi mereka sebagai ’’the others’’, bahkan musuh bersama yang melekat dalam ketaksadaran bangsanya.
Proyek Palsu
Posisi negara dan pemerintah, sebagai agen yang bergerak di dalamnya, mempunyai peran sentral menciptakan kebijakan untuk memupuk ingatan bangsanya, seperti disinyalir Michel Foucault, has a finality of its own (Michel Foucault: 210, 2000). Artinya, negara telah sempurna memolarisasi kepentingan demi kepentingan dengan mengelabui kesadaran rakyatnya. Pemerintah suatu negara bisa benar-benar mengubah ataupun menghapus apa pun di dalam sebuah negara, selain ingatan kolektif itu sendiri.
Dewasa ini, musuh-musuh hantu sosialisme pun menang dalam banyak perseteruan. Satu per satu generasi mereka dipotong dan dicabut hingga ke akar-akarnya sehingga tidak ada lagi sosok kuat dan berpengaruh yang bisa menggawangi suatu negara ataupun ideologi. Saat ini pun jika makin sulit menyisir rekam-jejak gerakan sosialisme.
Tentu, selain tiap negara dan aktor yang bemain di dalamnya mempunyai model tersendiri dalam mempraktikkan kitab suci mereka, sebagai rancangan dan abstraksi teoritis, yaitu karya-karya Karl Max bersama Angles (Manifesto Communist), dan terutama Das Kapital, sisi lain yang sangat penting adalah karena terjadi pelapukan kinerja ideologis dari dalam dirinya. Nilai-nilai etis dalam ideologi sosialisme pun bahkan tidak digubris.
Padahal sosialisme etis merupakan salah satu contoh menarik, yang coba dicarikan bentuk ’’etis’’-nya dari sosialisme dengan merunut jejak teoritik hingga ke kitab teori etika Kant. Sosialisme etis adalah teori yang menegaskan bahwa sosialisme hendaknya dianggap terutama sebagai totalitas prinsip-prinsip dan norma-norma moral dan etis. Neo-Kantinisme merupakan basis teoritisnya.
Akhirnya, kita pun harus memahami bahwa ideologi adalah sebuah proyek semu dan palsu. Meskipun begitu, sosok Hugo Chavez harus mendapatkan tempat sebagai pejuang dan penyeimbang yang menekan dan menentang mainstream dari negara-negara adikuasa seperti Amerika dan sekutunya. Dengan begitu, kita layak merayakan ingatan bersama tentang ’’hantu ideologi’’ yang diperjuangkan Chavez.
0 comments:
Post a Comment