Tuesday, December 27, 2011

Bulan Siluman

Versi cetak dari tulisan ini di Jurnal Nasional, 17 Desember 2011

DESEMBER selalu menjadi “bulan siluman" bagi para birokrat bangsa ini: di setiap Desember, banyak para pejabat publik menyamun. Desember selalu mengajarkan cara-cara bagaimana menghabiskan anggaran negara yang ada di kementerian/lembaga pemerintahan. Orientasinya: sekadar menghamburkan sisa uang sehingga hasilnya pun akan nihil.

Juga Desember sekarang. Sebagai tradisi yang tak mau diputus, bisa dipastikan para pejabat sangat sibuk. Setumpuk kegiatan kantor dipersiapkan secara kilat: seminar, lokakarya, workshop, dan awards yang dikemas dalam acara seperti: malam bhakti dan penghargaan. Media Indonesia (1/12), misalnya, melaporkan: di kawasan Puncak, Jawa Barat, hampir semua hotel memajang spanduk seminar, diskusi, pelatihan dari berbagai institusi pusat dan daerah. Realitas ini tak lain adalah modus lama: pemborosan anggaran di akhir tahun.

Memang, acara-acara seperti diskusi, seminar, termasuk studi banding, adalah proyek-proyek siluman yang sah menurut prosedur administratif, tapi kegunaannya sangat rendah. Tradisi yang selalu berulang setiap akhir tahun ini merupakan potret impunitas-integrasi pejabat publik kita yang hanya berlogika kosong dalam konteks aturan prosedural-administratif. Nilai kemanfaatannya bagi publik sama sekali tidak pernah diperhitungkan.

Data menunjukkan, hingga akhir September 2011, penyerapan anggaran pemerintah baru tercapai 54,4 persen dari target Rp717,9 triliun, sehingga APBN-P 2011 surplus Rp72 triliun. Tentu, Rp72 triliun bukan jumlah yang sedikit. Rakyat Indonesia sangat membutuhkannya untuk dimanfaatkan menjadi kebijakan guna mendukung pertumbuhan ekonomi bagi mereka. Apakah sisa uang sebesar itu akan dihabiskan dengan cara-cara sumir.

Begitulah. Penyerapan anggaran sangat lamban, dan uang negara tersisa tidak produktif. Anehnya, pemerintah selalu mengeluh kekurangan uang dan bahkan terus saja berutang ke luar negeri. Di tengah kondisi seperti ini, ketika lembaga pemerintahan tidak merencanakan anggaran yang tepat dan bernilai kemanfaatan bagi masa depan pertumbuhan, justru yang dikebut adalah proyek-proyek siluman di akhir tahun. Ini betul-betul kebiasaan dungu yang sengaja dibiarkan membelenggu. Sementara di bawah, banyak kelompok the poorest of the poor luntang-lantung meratapi nasib.

Secara verbal Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, kebiasaan mengadakan berbagai seminar, lokakarya, rapat yang diada-adakan hanya sekadar untuk menghabiskan anggaran adalah tidak baik. Tapi kebiasaan ini juga dilakukan oleh daerah-daerah, baik oleh pemerintah daerahnya, maupun DPRD-nya. Padahal, negara tidak bisa hanya diurus dengan basa-basi, melainkan dengan tindakan konkret.

Sinergi BPK dan PKP

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah institusi yang berperan sentral dalam mengawasi sirkulasi keuangan. Lembaga ini harus mewaspadai berbagai modus pemborosan anggaran di kementerian/lembaga publik lain di akhir tahun. Dalam pengawasan BPK ditemukan bahwa lembaga tinggi negara hingga triwulan II-2011 masih rendah dalam penyerapan anggaran. Sehingga, lembaga-lembaga tersebut biasanya menyerobot anggaran di akhir tahun, tanpa perencanaan dan yang benar-benar matang.

Dalam sebuah laporan, BPK telah melakukan PDTT atas 208 obyek pemeriksaan yang terdiri atas 61 obyek pemeriksaan di lingkungan pemerintah daerah, 44 obyek pemeriksaan di lingkungan BUMN, sembilan obyek pemeriksaan di lingkungan BUMD dan dua obyek pemeriksaan di lingkungan BHMN/BLU/badan lainnya. Hasil pemeriksaan ini harus ditindaklanjuti secara serius oleh pihak-pihak berwajib agar efisiensi dan checks and balances bisa dipertanggungjawabkan.

Sebab, fakta, pemantauan BPK terhadap rekomendasi yang sudah ditindaklanjuti mencapai 55,3 persen, dan tindak lanjut yang belum sesuai rekomendasi atau dalam proses tindak lanjut tercatat sebanyak 40.841 atau 21,29 persen. Sedangkan yang belum ditindaklanjuti 44.858 rekomendasi atau 23,39 persen (Koran Jakarta, 04 Oktober 2011).

Sinergi antara BPK dan KPK dalam menjalankan tugas adalah kunci utama dalam memotong dan menindak indikasi dan kasus korupsi di Indonesia. Hasil penemuan BPK di atas harus cepat dikomunikasikan ke lembaga KPK agar segera disiapkan penanganan dan tindakan khusus. BPK dan KPK harus membangun sinergi karena institusi tersebut sangat berperan dalam proses pengungkapan korupsi di Indonesia.

Pemantauan BPK harus kita dukung. Transparansi dan keterbukaan ihwal informasi ini harus tetap dijalankan sehingga publik bisa ikut menjadi bagian yang kritis dalam proses check and balances, bahkan terhadap segala macam kebijakan. Sebab, selama ini, transparansi menjadi titik lemah dan itu sengaja ditutupi oleh para pejabat secara berjamaah sehingga proses reformasi sektor layanan publik macet total. Sementara itu, integritas personal para pejabat, yang sejatinya menjadi kunci bagi clean governance, sangat rapuh. 

Lihal misalnya, cara pikir dan paradigma yang berorientasi pada proyek an sich selalu menjadi arus utama dalam kebijakan di banyak lembaga publik kita. Sebab, proyek--seperti sudah menjadi rahasia umum--dipandang sebagai sumber tambahan pendapatan untuk pundi-pundi pribadi melalui cara-cara mark up daripada mengelola kegiatan untuk menyejahterakan masyarakat. Ciri-ciri para birokrat yang cenderung mengejar proyek dapat dilihat dari cara pengerjaan suatu program yang asal-asalan dan tidak jelas juntrungnya. Mental seperti ini harus dienyahkan dari Republik ini agar orientasi pembangunan untuk kesejahteraan rakyat bisa tercapai.

Fenomena di atas adalah potret matinya etika pelayanan publik sehingga administrasi publik kita amburadul. Administrasi publik seperti dirancang hanya untuk memuluskan tipu muslihat para penyamun dan koruptor. Mungkin hanya ada beberapa lembaga tinggi pemerintahan yang serius melakukan reformasi birokrasinya, seperti: Kementerian Keuangan di bawah Sri Mulyani waktu itu. Padahal, merujuk Misbah Hidayat (2007: 21), “administrasi publik adalah darah dalam tubuh manusia, yang bertugas membawa makanan dan oksigen ke seluruh bagian tubuh dan mengambil sisa-sisa hasil pembakaran untuk dibuang ke luar tubuh". Deskripsi ini ingin menekankan bahwa lancar atau tidaknya administrasi publik suatu negara akan memengaruhi “kesehatan" seluruh bagian “tubuh" negara.

0 comments: