Sunday, March 13, 2011

Kampusku Sayang, Kampusmu Malang

(Info: sehabis tulisan ini diturunkan melalui media FB, caci-maki pun menyeruak dari kalawan para aktivis gerakan di sekitar kampusku. Bahkan orang-orang terdekatku pun ikut berang dan menebar teror dengan sangat berapi-api. Karena tulisan ini, saya bertambah dewasa....)

Hari ini, Senin 14 Maret 2011, di kampusku akan dilangsungkan sebuah perhelatan penting-demokrasi di kalangan mahasiswa yaitu Pemilwa, semacam pemilihan presiden mahasiswa. Ini memang tidak terlalu menyedot perhatian karena memang tidak penting apa-apa. Namun bagi sebagian orang dan kelompok, terutama mereka yang terlibat secara langsung sebagai calon ataupun partai-partainya, kegiatan ini tentu sangat penting karena demi kekuasaan, popularitas dan tentu uang!

Jauh hari, kasak-kusuk tentang momen ini—sekali lagi bagi mereka yang berkepentingan—sangat santer terdengar di sana-sani, di pojok-pojok kampus hingga pun di warung-warung kopi. Ini serupa pertarungan kelas dan status bagi sebagian kelompok, juga ejawantah soal eksistensi. Jika ruang publik seperti ini digunakan secara dewasa dengan asas akademis dan menjunjung idealisme-inteletual yang ideologis, tentu tak ada yang sia-sia dan bahkan sangat bermanfaat bagi semua kalangan baik itu di internal kampus maupun di lingkungan sosial karena, bagaimana pun juga, pengaruh baik dari kampus akan menuju/dirasakan langsung oleh lingkungan sosial-masyarakat.

Artinya, dunia akademis di kampus melakukan penelitian dan penemuan-penemuan penting tentang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan masyarakat (manusia) luas. Jadi, kampus mempunyai tugas bagaimana agar mewarnai dan menjadi agen perubahan bagi masyarakat menuju arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Tugas kampus, dari itu, harus melakukan penelitian untuk menghasilkan formasi yang ideal tentang kebutuhan dan sistem sosial masyarakat itu sendiri. Jika kampus sudah menjadi jembatan bagi dialog dan perubahan masyarakat, saya yakin bangsa dan negara ini akan cepat pulih dan maju dengan karakter yang kuat.

Namun jika kampus lalai terhadap tugas pokoknya, dan anifnya, mahasiswa yang ada di dalamnya justru tidak paham tentang ini, jelas kampus akan menjadi penjara yang melahirkan anak didik yang kaku dan bahkan, pada tingkat lebih esktrem, asosial. Alih-alih melahirkan temuan progresif tentang ilmu pengetahuan yang beraplikasi positif bagi masyarakat, kampus justru akan menjadi media adaptif yang menjerumuskan masa depan bangsa karena generasi muda yang akan menjadi tulang pundak masa depan negara-bangsa sudah diinkubasi dalam sistem pendidikan kampus, dengan dinamika pragmatis, yang tidak kreatif dan tidak mengedepankan progresifitas ilmu pengetahuan sebagai bekal dan prinsip bagi kemajuan masyarakat. Eropa dan Amerika maju, sebagai contoh, karena dunia kampus dengan hasil peneliatiannya yang gemilang.

Sayangnya, itu nyaris tidak terjadi kepada kita, terutama di kampus saya: UIN Sunan Kalijaga (atau jangan-jangan ini sudah menjadi kecenderungan nasional dunia kampus dewasa ini?). Di bawah ini ada sepaket cerita yang saya dapat dari kasak-kusuk dunia kampus yang sedang menghelat Pemilwa. 

HP butut saya bergetar dengan bunyi khasnya, datang sebuah pesan dari seorang kawan. Dia ingin pinjam uang untuk keperluan kampanye di kampusnya. Ingat, ini bukan kampanye pilpres atau pilkada tapi pemilwa (saya tidak tahu apa perpanjangan dari kata pemilwa [apa pemilihan wakil mahasiswa ya] hehe maaf…) di kampusnya. Saya bertanya-tanya sejenak, apa di kampus sudah lumrah “main uang”, menghamburkan uang, atau bahkan bagi-bagi uang (meski hanya sekedar rokok dan makan)? Saya tidak bisa memastikan soal ini, tapi menurut kabar yang lebar menyebar itu sudah biasa.

Saya tahu soal kampus sebagai pusat ilmu pengetahuan sehingga saya, meski dengan terengah-engah membiayai kuliah sendiri, berjuang mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi. Saya datang ke kampus, sekali lagi, untuk kuliah, belajar dan menimba ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Kampus menjadi wahana untuk mempersiapkan manusia-manusia yang tangguh dan siap untuk menjalani hidup ke depan. Yang menjadi masyarakat kampus adalah para pendekar bangsa: yaitu para intelektual dan kaum muda yang menjadi tulang punggung masa depan negeri ini. Jadi, jika kampus mampu mendidik dan menciptakan karakter yang matang bagi para mahasiswa, para lulusannya pun akan menjadi orang-orang penting bagi masyarakatnya; menjadi sosok yang dibutuhkan sebagai agen perubahan yang banyak memberikan manfaat bagi nusa dan bangsa.

Saya berpikir bahwa kampus menjadi media proses yang paling tangguh dan dewasa karena di dalamnya orang-orang muda dengan visi yang jernih berkumpul, berkreasi, meneliti, mengembangkan potensi, dan menciptakan penemuan-penemuan baru bagi bangsa dan negara. Bagi saya, kampus yang sudah bergulat melalui proses ilmu pengetahuan yang panjang akan menjawab kebutuhan masyarakatnya. Di sinilah kampus mejadi idealisasi bagi pengembangan ilmu dan kepribadian generasi muda.

SMS teman tadi membeberkan sebuah lanskap yang lebih luas tentang kampus dewasa ini, tentang kampus yang dinamis dan terus bergerak. Akhir-akhir ini, setidaknya dalam tiga dekade terakhir, pergerakan kampus lebih banyak dipengaruhi oleh wacana dan dinamika yang terjadi di kalangan elit politik. Kampus seolah menjadi penerjemah bagi perubahan di kancah politik yang cenderung pasif dan bahkan membeo mengikuti cara praktik sistem politik kita. Setiap ada kecenderungan perubahan dari cara praktik politik di kalangan elit, di internal kampus, dimana mahasiswa banyak ikut mengamati perkembangan dunia politik, pun mengadaptasi cara-cara berpolitik yang nyaris sama.

Sebagai kecurigaan bisa dilihat dari indikasi adalah SMS dari kawan saya tadi. Dia mencari uang untuk keperluan kampanye. Kampanye di kampus, jika harus menyedot duit hingga jutaan, sama saja dengan pilkada di daerah: sama-sama berpolitik tanpa ideologi yang jelas. Hanya mengedepankan duit untuk memenangkan suara dan menjadi presiden ataupun wakil mahasiswa di kampus. Meskipun ada kampanye ideologis, seperti yang biasa dihelat oleh punggawa kampus menjelang pemilihan, itu hanya artifisial belaka karena potensi akademis dengan berbagai khazanah kekayaan intelektual di dalam kampus tidak  menjadi dasar perhelatan acara itu. Sehingga orientasi pemenangan menuju kekuasaan menjadi sangat prematur.

Persiapan dana memang dibutuhkan dalam setiap acara apa pun. Tapi orientasi kepada duit an sich—di pemilwa kampus, bagi saya—tentu sangat naïf. Contoh, jika seorang calon BEM Jurusan saja harus menghabiskan duit minimal 1 juta dari kantong sendiri (naifnya apalagi harus rela pinjam duit sama orang lain), lalu dari mana duit itu bisa kembali? Di kampus tidak ada lahan bisnis politik untuk menghasilkan duit jutaan selain saving  dan “menggelapkan” uang kampus misalnya dengan: acara-acara dari uang DPP, acara keakraban, acara seminar, acara kunjungan, dan acara-acara lain yang duitnya banyak dari kampus. Anggaran dan laporan uangnnya dimanipulasi untuk “sekedar” menggelapkan uang milik kampus: milik mahasiswa, dan milik rakyat Indonesia! Saya tahu sendiri soal ini, bagaimana ketika seorang teman akrab saya datang dan mengobrol untuk membikin acara demi menghabiskan uang di fakultas misalnya. Dan  masih banyak prakti-praktik naïf lainnya. Lagi, jika sudah punya acara besar dan sukses, menghasilkan dan mengumpulkan duit dengan sebanyak-banyaknya, cara mahasiswa adalah mabok bareng, traveling bareng, dan makan sepuasnya dengan duit-duit rada gelap seperti itu. Dan pernah merasakan itu!  

Coba pikirkan, jika pemilwa di kampus sudah harus menggunakan uang, kampanye dengan uang, dsb, apa jadinya dunia kampus nantinya? Apakah kampus tengah diproyeksikan untuk jadi bisnis kekuasaan, bukan intelektual dan ilmu pengetahuan lagi? Jika mahasiswa di kampus sudah mengadopsi cara-cara politik busuk seperti yang kerap ditunjukkan para politisi kita, apa jadinya masa depan bangsa ini ketika orang-orang kampus ini kelak menjadi wakil atau mengurusi negara? Sungguh terlalu naïf dan bahkan sangat tidak terhormat ketika praktik money politik di internal kampus terjadi.

Ini mungkin penting dipahami dan dicatat secara baik-baik bahwa jarum-jarum politik dari Senayan ataupun parlemen di Jakarta sudah menancap kepada mahasiswa di internal kampus. Banyak sekali orang-orang partai politik memegang perwakilan atau organisasi kampus yang mempunyai afiliasi dengan dirinya. Oraganisasi tersebut kemudaian menjadi kader dan mesin suaranya nanti. PKS memegang Lembaga Dakwah Kampus dan KAMMI, PKB membersarkan kader di PMII, Golkar banyak mengayomi kader-kader HMI, dan PDI-P sangat menyayangi GMNI. Jika hanya menjadi diskursus ideologis, tentu bukan suatu masalah. Tapi  ketika cara-cara politik uang dengan pragmatisme murni menghantui dunia kampus, apatah dikata! Kampus akan menjadi lahan subur dan mesin suara bagi parpol. 

Mau apa sekarang wahai Sodara-Sodara mahasiswa, kawan-kawanku semua? Ini kampus, dimana kita bisa belajar mereformulasi setiap malapraktik—baik di politik, agama, ekonomi, teknologi dll—dengan kajian dan penelitian yang berasas kepada intelektual untuk membenahinya. Kampus dan gerakan mahasiswa di dalamnya harus menciptakan sistem dan melahirkan tata cara dan tata kelola pemerintahan yang logis dan humanis: ada ruang publik (public sphere), komunikasi rasional, dan praktik intelektual-akademis yang bisa digunakan sebagai pisau analisisnya. 

Jika dunia kampus sudah miskin diskursus, apa mau dikata? 



4 comments:

mas doyok said...

iya itu jadinya :)
bangsa ini bangsa yang meniru-niru tanpa kejelasan maksudnya...
gak perlulah masih di kampus saja dibuat ribet seperti itu..

tulisne apikkk ....

Bernando J Sujibto said...

Makasih Mas Doyok sudah mampir di sini.

Ya, ini ironi besar dan kenyataaan ini sudah berjalan dalam satu dekade terakhir, tepat setelah era reformasi. Semoga generasi masih bisa belajar dari semua ini dengan arif.

SUBAIDI said...

hehe... gud gud gud... otokritik yg pedas, pedasnya sampai ke kangean, selamat berjuang kawan, sukses selalu... (template blognya berat jika dibuka dr hp, maklum gprs d kangean lelet).

Bernando J Sujibto said...

Subaidi..
Oh makasih kawan sudah berkunjung ke sini, dan saya senang sekali tetap mendengar kabar dari kamu. Selamat berjuang dengan pendidikan di sana ya, sukses selalu dan sehat...

Saya mau link ke blog mu. Yang aman yang paling kawan pake?

Makasih..