Sunday, December 15, 2013
Kütüphane
Benim için en iyi mekan kütüphanedir. O insanların hayatı için çok faydalıdır. Teknolojiler, eğitimler, fenler ve uygarlık onun mükkemmel fonksiyonundan dolayı hızla gelişiyor. İslamın ortaçağ tarihlerinde, 8 yüzyıldan 13 yüzyıla Abbasiler Dönemi gibi, kütüphanelerde camiiler kadar özeldir.
Bir bilgiyi aramak için ilk
gittiği yer kütüphanedir. Ben bir şehirde ınsanları "Burada kütüphane nerededir?", dedim. Her zaman kütüphanelerde çok mutluyum.
Konya’da dersten sonra,
yurda gitmeden önce, kütüphaneye gidiyorum. Karatay Üniversitesinin
Kütüphanesine gittim. Ama orada kitaplar çok az. Selçuk Üniversitesinin
Kütüphanesinde, Karatay ve Merkez Kütüphanelerindeki kitaplardan daha çok kitap
var. Selçuk Üniversitesinin kütüphanesinde üçüncü katta sosyoloji kitapları çok
var. Üçüncü katta bir oda sosyal bilimler kitapları hakkında. Derse girmez
isem sık sık kütüphaneye uğruyorum. Bende onların üye kartı var. Gençlik
Merkez’inde de kayıt yaptım çünkü orada bir kütüphane var.
Fenomena Pengemis
Suatu hari di akhir bulan Oktober 2013, saya berkunjung ke salah satu situs klasik di Konya, Turkey: Sille, tempat perlintasan orang-orang Romawi ataupun Konstantinopel menuju Jerusalem untuk ibadah. Di tempat ini nyaris segala hal tampak sebagai kemurnian sebuah desa--belum dijamah urbanisasi.
Tuesday, December 10, 2013
Benim Adım Kar
Sunday, December 08, 2013
Sumbu Sejarah Kitab-Kitab Suci
Majalah Gatra ed. 7-11 Des 2013 |
Tuesday, December 03, 2013
Bersama Hujan Akhir November
ini hujan akhir november
seperti menutup perayaan
daun-daun kepada tanah
melepas ketiadaan
yang cokelat di tanah ini
adalah wajahku yang kau simpan
pada pucuk-pucuk daun
ada yang gugur setiap musim
selalu tentang rotasi waktu
perjumpaan yang sama
hujan akhir november
meremasnya
jadi bisikan yang jauh
kita sebenarnya telah tiada
selain hanya merayakan nama
dan selalu sama di akhir cerita
ke bukit alaaddin
hujan akhir november
menemuiku, juga mereka
sebagai neo-sisipus
mengemas angin
mengitari bukit
menatap jalan pulang
dalam gerbong tram
dalam rintihan sunyi
di dadanya
balon di tangan anak-anak itu
di sebuah taman kota yang ceria
tiba-tiba meletus. mereka histeris
hujan akhir november
akan segera pulang
untuk badai musim dingin
sebentar lagi.
setelah itu
aku akan bersama badai musim dingin?
seperti menutup perayaan
daun-daun kepada tanah
melepas ketiadaan
yang cokelat di tanah ini
adalah wajahku yang kau simpan
pada pucuk-pucuk daun
ada yang gugur setiap musim
selalu tentang rotasi waktu
perjumpaan yang sama
hujan akhir november
meremasnya
jadi bisikan yang jauh
kita sebenarnya telah tiada
selain hanya merayakan nama
dan selalu sama di akhir cerita
ke bukit alaaddin
hujan akhir november
menemuiku, juga mereka
sebagai neo-sisipus
mengemas angin
mengitari bukit
menatap jalan pulang
dalam gerbong tram
dalam rintihan sunyi
di dadanya
balon di tangan anak-anak itu
di sebuah taman kota yang ceria
tiba-tiba meletus. mereka histeris
hujan akhir november
akan segera pulang
untuk badai musim dingin
sebentar lagi.
setelah itu
aku akan bersama badai musim dingin?
Thursday, November 28, 2013
Türkiye’deki İlk Günüm Hakkında
benim mükemmel öğretmenım |
20 Eylülde Türkiye’ye İstanbul Atatürk Havaalanına Endonezyalı bir arkadaşımla geldim. Havaalanındayken,
yedi saat transit vardı, ona “Burası bizim rüyamız biz buraya okumak için
geldik,” dedim. Arkadaşım “Bu andan itiberen bir hikayeye başlayalım,” dedi. Birdenbire
onun karizmatik yüzü bana gülümsedi. Bir dakika sonra birlekte güldük. O andan itibaren
İstanbul’da vaktimin boş geçmesini istemiyordum, benim için o şehir çok önemli
cünkü. İstanbul tarihi şehirlerinden biridir o yüzden İstanbul’u çok seviyorum
böylece bu duygularım beni bu sehri dolaşmaya yönlendirdi.
Saturday, November 02, 2013
Touching The Autumn
One
upon a time, in the last year of Madrasah Ibtidaiyah (MI), I found a small
book titled “Taman Sang Nabi” (The Garden of The Prophet), a lyrical
prose by Kahlil Gibran, a magnificent poet from Lebanon. It belonged to
my older brothers—either Hermanto (alm.) or Muhli—in which they bought
at Pondok Pesantren Annuqayah Nirmala. I forgot whose book belonged to because
they were in the same hobby as books collector and also as bookworm and
they entirely affected me in loving books. I must say thanks to them.
I remembered well the book: black cover with pinked-orb picture
just like an earth or maybe like a flower sheath. I don’t know exactly.
That book embraced me with a lot of something strange and difficult to understand at that time. It depicted well a small piece of autumn with marvelous scenery of powerful words as Gibran always did with their outstanding works. I was wrapped with a romantic but abstract and imaginary background: Mushtofa, the prophet seeking the truth in miles-away distance. There, alongside the sojourning path of the protagonist Mushtofa, I recognized autumn with magical touches under Gibran’s hand who beautifully tucked a breath of it; how trees stood still; how leaves fell down into the earth; how winds jolted the leaves and nestled them on the ground; and how Mushtofa (or Gibran himself) felt during his pursuit of somethingness! Yes, I felt those to wonderfully imagine such kind of depiction of autumn, almost in all Gibran's works.
Then, the other masterpieces come into my desk: Orhan Pamuk, William Shakespeare, Robert Frost, William Blake, O Henry, Akutagawa, Najib Mahfouz and other writers like Rainer Maria Rilke and also songs praising the autumn. Of course I will never forget November Rain by Gun 'N Rose. I was impressed with this piece of poem below:
"Now cast your shadow on the sundials,
and loose the winds on the open fields."
(by Rilke ~ Autoumn Day)
Today I feel it deeply here in Anatolia peninsula. I take off my shoes to directly feel how wind touches my foot and unites it into the ground. Yes I admit this all as very romantic season as people always impress of autumn time. But I feel more than just a romantic time embodied by the season. It’s melancholy. Yes romanticism of melancholy!
That book embraced me with a lot of something strange and difficult to understand at that time. It depicted well a small piece of autumn with marvelous scenery of powerful words as Gibran always did with their outstanding works. I was wrapped with a romantic but abstract and imaginary background: Mushtofa, the prophet seeking the truth in miles-away distance. There, alongside the sojourning path of the protagonist Mushtofa, I recognized autumn with magical touches under Gibran’s hand who beautifully tucked a breath of it; how trees stood still; how leaves fell down into the earth; how winds jolted the leaves and nestled them on the ground; and how Mushtofa (or Gibran himself) felt during his pursuit of somethingness! Yes, I felt those to wonderfully imagine such kind of depiction of autumn, almost in all Gibran's works.
Then, the other masterpieces come into my desk: Orhan Pamuk, William Shakespeare, Robert Frost, William Blake, O Henry, Akutagawa, Najib Mahfouz and other writers like Rainer Maria Rilke and also songs praising the autumn. Of course I will never forget November Rain by Gun 'N Rose. I was impressed with this piece of poem below:
"Now cast your shadow on the sundials,
and loose the winds on the open fields."
(by Rilke ~ Autoumn Day)
Today I feel it deeply here in Anatolia peninsula. I take off my shoes to directly feel how wind touches my foot and unites it into the ground. Yes I admit this all as very romantic season as people always impress of autumn time. But I feel more than just a romantic time embodied by the season. It’s melancholy. Yes romanticism of melancholy!
Sunday, October 27, 2013
Untuk Sumpah Pemuda
Waktu itu, suara mereka bergetar dari relung jiwa dan aorta yang terkepal; sumpah para pemuda dan pemudi yang ingin menyongsong masa depan bangsa dan negaranya bersatu-damai-tenteram dalam kebersamaan dan keberagaman; pemuda dan pemudi yang siap jadi tiang negara. Lihat bagaimana proses mereka sebelum mengumandangkan sumpah, mari cermati bagaimana, di saat sikap kesukuan sangat dominan, mereka terpanggil memahatkan sebuah janji kebersamaan di bawah suatu nama negara yang belum lahir.
Tapi ruh suara mereka dari waktu ke waktu makin terdengar sumbang, ditekan pelan pada ruang-ruang pengap sebelum dikuburkan, dibiarkan menguap dibubul asap dari sana-sini, tak dihidupkan sebagai sebuah benang merah sejarah, selain hanya sebentuk seremonial-artifisial. Ya, seremonial tanpa penanaman nilai yang berkelanjutan--dan akhirnya sejarah besar sebagai tonggak kebhennikaan ini pun rapuh.
Saat ini, kami tahu ada Sumpah Pemuda, tapi jangan tanya tentang nilai-nilai praktis yang dikandungnya, atau yang mesti dilakukannya. Selanjutnya, maafkan jika kami harus benar-benar mengingat Sumpah Pemuda hanya karena angka di kalender menunjuk 28 Oktober!
Tapi ruh suara mereka dari waktu ke waktu makin terdengar sumbang, ditekan pelan pada ruang-ruang pengap sebelum dikuburkan, dibiarkan menguap dibubul asap dari sana-sini, tak dihidupkan sebagai sebuah benang merah sejarah, selain hanya sebentuk seremonial-artifisial. Ya, seremonial tanpa penanaman nilai yang berkelanjutan--dan akhirnya sejarah besar sebagai tonggak kebhennikaan ini pun rapuh.
Saat ini, kami tahu ada Sumpah Pemuda, tapi jangan tanya tentang nilai-nilai praktis yang dikandungnya, atau yang mesti dilakukannya. Selanjutnya, maafkan jika kami harus benar-benar mengingat Sumpah Pemuda hanya karena angka di kalender menunjuk 28 Oktober!
Thursday, October 24, 2013
Monday, October 21, 2013
Duh, Rasa Sayange!
Menjelang Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2013 kemarın, saya mendapatkan sebuah hadiah yang secara spontan memaksa saya untuk segera terbangun dan menerawang tentang anggitan nasionalisme yang terkandung dalam hayat. Kejadian itu di akhir September, pada sebuah kelas internasional di mana saya bersama mahasiswa dari berbagai negara sedang belajar di kelas persiapan bahasa Turki di sebuah universitas swasta di kota Konya, Turkey.
Hari
pertama akan menjadi wahana perkenalan bagi semua mahasiswa asing yang sedang
berkumpul dalam satu kelas. Seperti yang diminta dosen, kami memperkenalkan
nama, asal negara, tokoh kebanggaan dari negara masing-masing, termasuk lagu
kebanggaan: boleh lagu kebangsaan ataupun lagu-lagu lain yang spesial bagi
kami. Saya menyebut Soekarno sebagai tokoh kebanggaan dan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebanggaanç Begitu
juga yang dilakukan oleh mayoritas mahasiswa yang berjumlah sekitar 25 orang. Mısalnya
dari Afrika banyak menyebut nama Nelson Mandela sebagai tokoh kebanggaan
mereka.
İlk Türkçe Kompozisyonum
Endonezya’dan beş arkadaşım ile geldim. Bir kız ve dört erkek var. Onlar farklı
bölümlerden aynı üniversite’de yani Selçuk Üniversitesinde okuyorlar. Benim bölümüm
Sosyoloji, sosyal bilimler seviyorum liseden beri. Benım araştırmam
azınlık, barış sorunları, toplumsal
değişim ve barış sağlayıcı. Genellikle barış süreçlerinin sorunları ve çözüm
yollarını araştırmak istiyorum. Mümkünse Kürt toplumu hakkında
araştıracağım. Türkiye’yi seçiyorum çünkü başkanı Erdoğan altında hükümetin geçiş çok görünür ve zorlu. Şimdi
burada Kürt hakkındaki bilgiler Kürt arkadaşlarımdan toplamak istiyorum. Onlardan biri Berivan Koç, benim ılk Kürt arkadaşım. Hem de her zaman sosyal söylemler hakkında gazete ve kitaplar okurum
ve bir gün makale ve hikaye yazarım.
Konya’da mutluyum çünkü burası sakin ve sessiz. Kolayca
arkadaşlar yaparım. Sınıfta şanslıyım çünkü gerçekten iyi arkadaşlarım ki çok hızlı Türkce öğreniyorum. Oda’da benim Türkçe hocam. O ıyı Türkçe ve
Inglizce biliyor. Onun adı Emre ve onun kuzeni.
Bu bayram ben Türkçe çalıştımı
çünkü tek başıma her şey yaparım. Bu bayramda Endonezyalı arkadaşlarım ile Sille’ye
gittim. Daha önce sate, soto, rendang,
sambal terasi, gulaı kambıng, tengkleng gibi Endonezya yemekleri pişirdik.
Friday, October 18, 2013
Lobang Sekularisme
Malam ını, Jumat 18 Oktober 2013, tepat sehari sebelum menginjakkan
kaki di Turki satu bulan silam, saya terantuk pada sebuah peristiwa yang baru
saja terjadi: kami, sebagian dari teman-teman PPI Konya—yang berjumlah sekitar
13 orang—diminta untuk menghadiri undangan orang Turki yang rumahnya,
sebentuk flat sederhana di daerah Meram, disewa oleh teman-teman pelajar
Indonesia. Orang Turki ini termasuk sangat dekat dengan pelajar Indonesia di Konya. Bahkan, konon, orang ini berharap flat
miliknya berlantai tiga itu dipakai oleh anak-anak Indonesia semua....
Pak Faiz, mahasiswa doktoral dan sekaligus sosok yang dituakan dan mengayomi
kami, menelpon saya yang tinggal di sebuah asrama di ujung, tepatnya
di luar keramaian kota Konya. Beliau menanyakan kesiapan saya dan dua teman untuk
menghadiri undangan. Setelah saya komunikasikan—karena bertepatan malam ini
juga ada janjian untuk jemput teman yang sedang liburan ke Kayseri—akhirnya kami
bertiga menyanggupi untuk ikut bersama rombangan yang lain. Meeting point-nya di rumah Pak Faiz. Maghrib kami tiba, shalat
berjamaah, lalu bagi-bagi juz Al-Qur’an untuk kami baca.
Deg! Saya terkesima saat itu. Untuk menutupinya, saya segera pinjam Al-Qur’an
di lantai 3. Saya mulai menerka, peristiwa ini akan menarik dicermati.
###
Sunday, October 13, 2013
Dua SMS dari Dosen
Sekitar tanggal 22 Agustus 2013,
selepas urusan visa untuk studi di Turki selesai, di suatu sore yang sembab—karena udara dan
hawa kota Jakarta—saya duduk di serambi masjid sehabis shalat ashar untuk menunggu
keberangkatan kereta menuju Yogyakarta. Saat itu, saya menabur pandang ke separuh
langit dari sela-sela atap masjid di seberang stasiun Senen. Di tengah keberingasan
raung kendaraan kota, saya merenungi masa silamku, khususnya saat-saat kuliah S1
di UIN Sunan Kalijaga. Masa-masa itu menjadi semacam durasi yang penuh emosi
dalam hidup saya, penuh dengan perjuangan dan pemberontakan. Saya merasakan itu
semua sebagai bagian dari hidup yang tak akan pernah saya lupakan. Masa-sama
itu harus saya tutup dalam memori yang seindah mungkin, sebaik mungkin—tak melukai
siapa pun!
Tiba-tiba terbersit dalam pikiran
bahwa saya harus berpamitan kepada guru (dosen) di univeristas. Saya pamit
baik-baik bahwa mungkin saya tidak sempat bertemu dengan mereka dan mengucapkan
terima kasih atas ilmu dan hikmahnya selama saya ada di meja S1 selama kurang
lebih 5 tahun lebih. Saya kirimkan pesan singkat itu kepada semua dosen yang pernah
mengajar saya. Sejujurnya, saya sangat terharu dengan apa yang saya lakukan
itu. Tidak spesial sebenarnya, tapi saya anggap sebagai kewajiban saya untuk
minta doa dan spirit dari mereka. Saya tidak peduli dibalas atau tidak.
Monday, October 07, 2013
Konya’da İlk Hasta
It’s not so good for me at all, or actually it’s so damn ashamed, when I am
so brave to take the risk during the weird weather by trying or maybe
arrogantly like testing the “other weather” out of my life, in Indonesia as
tropical country, by wearing a slight T-Shirt just like I used do in my country.
Here in Turkey I feel anything is different all about weather. I am enforced to take a breath of a cold air, very cold air! Actually it’s not
my first winter I have ever experienced. I was in short visit to Aussie during
the winter time in 2011. But here I will stay longer, not just a short time like I did
before. So what I’ve done here with “testing the weather” was something silly
and my friend, Asrul, will totally laugh at me since he knows I am in bed rest
for several days. My body is like trampled by this gigantic experience of weather.
So, I have to submit all doctor's saying about my conditionö with this new-look-like sedative tablet: Benical cold, Rastel 25mg and also Androrex. Yup, it’s my first ill here, like an allergy for cold, suffering throat (boğaz hastası) then getting headache and cough! October 6, 2013. I must go to doctor and fix all things. I am fortunate to have awesome friends from Indonesia: Asrul, Agung and Ghalib. The last one can speak Turkish and helps us a lot. I went to university hospital then unfortunately the pharmacy is not inside. We should bring the recipe outside and buy my medicine from there. It’s something wondering for me when I know that it could not provide medicine.
So, I have to submit all doctor's saying about my conditionö with this new-look-like sedative tablet: Benical cold, Rastel 25mg and also Androrex. Yup, it’s my first ill here, like an allergy for cold, suffering throat (boğaz hastası) then getting headache and cough! October 6, 2013. I must go to doctor and fix all things. I am fortunate to have awesome friends from Indonesia: Asrul, Agung and Ghalib. The last one can speak Turkish and helps us a lot. I went to university hospital then unfortunately the pharmacy is not inside. We should bring the recipe outside and buy my medicine from there. It’s something wondering for me when I know that it could not provide medicine.
But everything I enjoy, even this ill! By now I won’t play a
game. I don’t wanna pay for something I made wrongdoing like this, 17 TL! Simply
crazy!
Friday, October 04, 2013
Epuh Epuh Epuh
Ibu, setiap waktu aku selalu ingin menyapamu, mendengarkan suaramu dan doa-doa yang menguatkan. Doa Ibu telah menciptakan ruas-ruas pengalaman yang kuajalani bersama hari-hari. Apa yang kuhadapi hari ini adalah doa-doa ibu yang tak pernah padam. Ibu adalah harta satu-satunya yang tersisa untukku.
Ibu, malam ini seperti hari-hari lalu aku selalu merinduimu lebih dari segala sesuatu. Semoga Ibu sehat selalu, seperti keyakinanku kepada doa-doa Ibu, tanpa batas ruang dan waktu, mengalir dalam deras daraku. Setiap saat, aku ingin memelukmu dan meyakinkan bahwa anakmu ini sehat-sehat selalu di sini, di kota tua bekas kerajaan Bani Seljuk yang mulai dikunjungi musim dingin, musim yang aneh yang selalu Ibu khawatirkan. Ibu, anakmu sudah belajar untuk bertahan dalam kondisi apapun sejak awal kali Ibu melepasku belajar dan berpetualang di Yogyakarta. Di sini pun sama, anakmu telah memerangi dingin dalam temperatur 2-10 C setiap hari. Dan aku tidak tahu, sebentar lagi musim dingin akan seperti
Aku yakin Ibu pasti merasakan tubuh anakmu yang tergigil dingin, seperti selalu Ibu ceritakan tentang sakit yang mendera anak-anakmu hanya dengan menandai rasa nyeri di payudara kirimu, tempat aku dan anak-anakmu yang lain mengisap darahmu: ASI.
Ibu, terima kasih atas doa yang selalu menguatkan. Semua baik-baik di sini, anakmu hanya belum akrab dengan dingin yang aneh ini.
Ibu, malam ini seperti hari-hari lalu aku selalu merinduimu lebih dari segala sesuatu. Semoga Ibu sehat selalu, seperti keyakinanku kepada doa-doa Ibu, tanpa batas ruang dan waktu, mengalir dalam deras daraku. Setiap saat, aku ingin memelukmu dan meyakinkan bahwa anakmu ini sehat-sehat selalu di sini, di kota tua bekas kerajaan Bani Seljuk yang mulai dikunjungi musim dingin, musim yang aneh yang selalu Ibu khawatirkan. Ibu, anakmu sudah belajar untuk bertahan dalam kondisi apapun sejak awal kali Ibu melepasku belajar dan berpetualang di Yogyakarta. Di sini pun sama, anakmu telah memerangi dingin dalam temperatur 2-10 C setiap hari. Dan aku tidak tahu, sebentar lagi musim dingin akan seperti
Aku yakin Ibu pasti merasakan tubuh anakmu yang tergigil dingin, seperti selalu Ibu ceritakan tentang sakit yang mendera anak-anakmu hanya dengan menandai rasa nyeri di payudara kirimu, tempat aku dan anak-anakmu yang lain mengisap darahmu: ASI.
Ibu, terima kasih atas doa yang selalu menguatkan. Semua baik-baik di sini, anakmu hanya belum akrab dengan dingin yang aneh ini.
Wednesday, September 25, 2013
Memulai Keterasingan Baru
Salah satu hal yang paling berat aku pertimbangkan sebelum
berangkat ke Turki, di samping keluarga kecilku di kampung, adalah seseorang yang selama ini bersamaku, mendukungku
begitu penuh seluruh, dan ada pada setiap ruang-waktu yang tercipta, yang kami ciptakan bersama, dalam hidupku. Ia adalah
byan. Seorang yang melampaui imajinasiku sendiri. Seorang perempuan tabah yang telah mengartikan kehadiranku sebagai pejuang yang tak mau kalah.
Kebersamaan yang lama telah membuatnya menjadi
ada dan semakin utuh sebagai sosok keibuan. Atau aku menemukan cinta seorang ibu juga darinya. Keberadaan itulah yang telah membuatku (dan kita) selalu merasa penuh, mengisi
waktu-waktu dalam kebersamaan. Dari sesuatu yang mungkin tak perlu pada awalnya
menjadi ada dan penuh arti dalam kebersamaan yang saling mengisi dan
menciptakan.
Aku udah lama sekali memulai kisah perjalanan ini, dengan
seseorang yang datang dari rasa kekaguman dan aku menyambutnya dengan sebuah
kisah yang biasa sebagai seorang lelaki yang mengagumi kesunyian. Ia datang menyalakan kebahagian, menemani kesendirian itu dan sekaligus melahirkan karya-karya besar bersama-sama. Dan waktu telah membentangkan ruang untuk belajar
dan memulai sejarah hebat bersama.
Aku pun sadar, aku semakin kuat menulis karena kehadirannya yang menguatkan; menyelipkan mimpi di tengah mimpi-mimpi yang kutabur.
Aku pun sadar, aku semakin kuat menulis karena kehadirannya yang menguatkan; menyelipkan mimpi di tengah mimpi-mimpi yang kutabur.
Ia sekarang lebih dari seorang apapun dalam diriku. Meski kadang
menghilang dalam beberapa waktu dan banyak datang di waktu-waktu yang lain. Menjadi
pelengkap kekurangan dan menambal ruang pengalaman dan tubuhku yang
bolong-bolong.
Sepanjang waktu ia telah melampaui dari seseorang yang
sekedar hanya kucintai. Ia telah berjalan dalam kekagumanku sendiri sebagai bidadari
yang menunjuk langit malam, menandai fajar dan sekaligus menghadirkan matahari.
Di antara tulisan-tulisanku, sebuah diari yang biasa kutulis sepanjang waktu, ia
hadir menjadi ruh bagi setiap kata dan kalimat. Belantara aksara dan imajinasi yang
tumpah ruah dalam setiap tinta waktu yang kupasang sebagai karya, ia ikut
meniupkan ruh di sana, ikut menghadirkan eksistensinya. Setiap keberadaan
diriku, ia hadir sebagai diriku yang lain. Menjadi manunggal dan utuh.
Kuat-kuatlah di sana, byanku. Temani kesendirian kita
dengan kesunyian masing-masing. Dua tahun atau tiga tahun akan menjadi waktu
yang mengancamku, dan menghukum kita dalam jarak yang teramat jauh. Aku di
tanah dua benua selalu akan menjagamu dengan sekuatku sendiri.
Tuesday, September 10, 2013
Muurgedichten: Puisi dan Ruang Kota
Friday, September 06, 2013
Yang Maha Tembakau
bersama dua adik manisku menyiram tembakau |
Wednesday, August 28, 2013
My Monday
It came over my door like a sudden gift to us, the Seroja's rumah kost lads, to look after it, keep it safe as possible as the way it is. It was Monday on mid-June 2013 when it was first time appeared with stunning and lit a bit wicked face, and then became the reason why I named it Monday, due to the bright Monday at the time--to shine spirit around the house and the lads. It knows I love it, snorts when it is around and often comes to sleep with me, near my ear! It's somewhat weird when hearing its deep breath directly.
While feeding it with milk sometimes, I make sure to send it down into the street in the morning, leave by itself, let it find its real world by playing around freely as mammalia does. I know it has its world around me, a lot of interaction with people, but I do not understand enough what it actually wants except feeding and caring as possible. I know, it's logical, that it is assassination if I serve it like human. No way!
I am just pretty sure that some people who, with personal interest or later institutionalized common-sense, say they love pets (animals in general) then serve them like their lives such human are little immoral. You know, as I stated above, they have their own world. Get them back into their lives now and forever!
While feeding it with milk sometimes, I make sure to send it down into the street in the morning, leave by itself, let it find its real world by playing around freely as mammalia does. I know it has its world around me, a lot of interaction with people, but I do not understand enough what it actually wants except feeding and caring as possible. I know, it's logical, that it is assassination if I serve it like human. No way!
I am just pretty sure that some people who, with personal interest or later institutionalized common-sense, say they love pets (animals in general) then serve them like their lives such human are little immoral. You know, as I stated above, they have their own world. Get them back into their lives now and forever!
Friday, August 23, 2013
Masa Depan Kesunyian
Anakku kelak akan lahir--bukan dari rumah kardus ataupun dari halimun di sebuah pagi yang asing. Ia akan berdiri dalam pusaran hidup ini, hidup yang katanya diperjualbelikan, dirumuskan dalam angka, dinilai dalam hitungan kelas. Ya, hidup yang akan memaksamu berada dalam kubangan materi.
Jika kamu sudah lulus kuliah, atau apalah namanya kelak, kamu akan dipaksa untuk menerima sebuah tirani mayoritas, semacam kesepakatan bersama--entah dari mana asalnya--bahwa kamu harus merengkuh banyak lembar uang atau kepingan kekayaan. Jika tidak, kamu akan dianggap gagal. Kamu harus pontang-panting mencari materi. Karena kebahagiaan dibangun dari lembar-lembar kekayaan. Kamu benar-benar akan menjadi mesin yang meraung-raung dengan jiwamu yang sungsang.
Namun, aku tentu tak ingin kamu besar dan tumbuh dalam tirani itu. Aku ingin menyelamatkanmu menjadi seseorang yang merasa bahagia dalam kesunyiannya. Kamu tak akan saya tanyakan seberapa duit setiap bulan kamu hasilkan. Tidak. Kamu tidak akan saya tanyakan seberapa tinggi sekolah dan gelar yang kamu rengkuh. Tidak.
Tidak.
Aku akan menanyakan seberapa banyak kamu sudah mengabdikan hidupmu untuk orang lain, dan kita menjadi keluarga yang bahagia dalam kesunyian waktu, bersama orang lain atau bersama jiwa-jiwa kita sendiri....
Jika kamu sudah lulus kuliah, atau apalah namanya kelak, kamu akan dipaksa untuk menerima sebuah tirani mayoritas, semacam kesepakatan bersama--entah dari mana asalnya--bahwa kamu harus merengkuh banyak lembar uang atau kepingan kekayaan. Jika tidak, kamu akan dianggap gagal. Kamu harus pontang-panting mencari materi. Karena kebahagiaan dibangun dari lembar-lembar kekayaan. Kamu benar-benar akan menjadi mesin yang meraung-raung dengan jiwamu yang sungsang.
Namun, aku tentu tak ingin kamu besar dan tumbuh dalam tirani itu. Aku ingin menyelamatkanmu menjadi seseorang yang merasa bahagia dalam kesunyiannya. Kamu tak akan saya tanyakan seberapa duit setiap bulan kamu hasilkan. Tidak. Kamu tidak akan saya tanyakan seberapa tinggi sekolah dan gelar yang kamu rengkuh. Tidak.
Tidak.
Aku akan menanyakan seberapa banyak kamu sudah mengabdikan hidupmu untuk orang lain, dan kita menjadi keluarga yang bahagia dalam kesunyian waktu, bersama orang lain atau bersama jiwa-jiwa kita sendiri....
Saturday, August 17, 2013
Caring is Friendship
Kisah kali ini khusus buat seorang teman yang tiba-tiba menawarkan sebuah tiket pesawat ke Jakarta. Katanya, sebagai dukungan kepada saya agar mengambil beasiswa master di Turkey yang saya dapatkan tahun 2013 ini. Terima kasih kawan....
Dalam minggu ini saya sedang ada keperluan mengurus visa untuk study lanjutan di Turkey. Saya sejujurnya tidak ada persiapkan banyak uang untuk keperluan keberangkatan ke Turkey. Di samping kesibukan saya sebulan sebelum Ramadhan: menjadi project leader untuk sebuah kompetisi internasional untuk para alumni Amerika (saya ketepatan menjadi alumni IELSP) bernama PlayPlus--yang nyaris menjadi seorang diri berjuang untuk membuktikan bahwa project itu bisa menang dan terpilih di depan meja panel di Washington sana--ternyata lupa bahwa saya juga harus bekerja make money untuk pulang kampung (mudik) dan persiapan mengurus visa, akhirnya betul-betul terjadi dan menimpa saya minggu ini. I have no enough money for visa. I give some of much to my mom for their daily needs in kampung halaman. Dan ketika saya harus mengurus visa, uang saya menipis dan bahkan bisa dibilang habis. Ini jelas konyol. Sebuah perhitungan yang binasa! Saat begitu, saya bingung, pastinya. Tapi saya bukan tipe penyerah kepada keadaan.
Namun, begitulah hidup. Keyakinan saya berkarya setulusnya untuk PlayPlus, yang sekarang sudah menang bersama sekitar 50 proposal dan menyingkirkan lebih dari 800 proposal dari banyak negara di dunia, benar-benar dilihat Tuhan. Ada seorang kawan yang secara langsung meminjamkan duit dan membelikan tiket pesawat saya ke Jakarta. Saya sempat terdiam merenungi semua ini. Dan, saya sangat bersyukur kepada beberapa teman yang telah membantu saya.
Pasti, jika saya jadi berangkat study ke Turkey, grant sekitar $23.000 itu akan saya limpahkan kepada alumni yang menjadi team member saya. Meski sudah benar-benar menjadi pemilik hak project itu, dan tentu dengan grant yang didapatkan, saya tidak pernah kepikiran buat apa uang sebesar lebih dari Rp 200 juta itu. Karena sudah menjadi project leader, saya berkomitmen untuk menyelesaikan semua persiapan di awal biar selanjutnya teman-teman saya bisa lebih mudah dan akan saya habiskan tenaga di awal untuk membantu project ini. Dan terpaksa, pekerjaan saya yang lain pun terkatung. Begitulah indah-pahitnya sebuah pilihan!
Selanjutnya saya percaya, bahwa ketulusan bekerja untuk orang lain akan selalu mendapatkan hikmahnya yang manis, dari Tuhan, alam semesta, dan juga manusia. Terima kasih kawan....
Dirgahayu Indonesiaku yang ke-68!
Dalam minggu ini saya sedang ada keperluan mengurus visa untuk study lanjutan di Turkey. Saya sejujurnya tidak ada persiapkan banyak uang untuk keperluan keberangkatan ke Turkey. Di samping kesibukan saya sebulan sebelum Ramadhan: menjadi project leader untuk sebuah kompetisi internasional untuk para alumni Amerika (saya ketepatan menjadi alumni IELSP) bernama PlayPlus--yang nyaris menjadi seorang diri berjuang untuk membuktikan bahwa project itu bisa menang dan terpilih di depan meja panel di Washington sana--ternyata lupa bahwa saya juga harus bekerja make money untuk pulang kampung (mudik) dan persiapan mengurus visa, akhirnya betul-betul terjadi dan menimpa saya minggu ini. I have no enough money for visa. I give some of much to my mom for their daily needs in kampung halaman. Dan ketika saya harus mengurus visa, uang saya menipis dan bahkan bisa dibilang habis. Ini jelas konyol. Sebuah perhitungan yang binasa! Saat begitu, saya bingung, pastinya. Tapi saya bukan tipe penyerah kepada keadaan.
Namun, begitulah hidup. Keyakinan saya berkarya setulusnya untuk PlayPlus, yang sekarang sudah menang bersama sekitar 50 proposal dan menyingkirkan lebih dari 800 proposal dari banyak negara di dunia, benar-benar dilihat Tuhan. Ada seorang kawan yang secara langsung meminjamkan duit dan membelikan tiket pesawat saya ke Jakarta. Saya sempat terdiam merenungi semua ini. Dan, saya sangat bersyukur kepada beberapa teman yang telah membantu saya.
Pasti, jika saya jadi berangkat study ke Turkey, grant sekitar $23.000 itu akan saya limpahkan kepada alumni yang menjadi team member saya. Meski sudah benar-benar menjadi pemilik hak project itu, dan tentu dengan grant yang didapatkan, saya tidak pernah kepikiran buat apa uang sebesar lebih dari Rp 200 juta itu. Karena sudah menjadi project leader, saya berkomitmen untuk menyelesaikan semua persiapan di awal biar selanjutnya teman-teman saya bisa lebih mudah dan akan saya habiskan tenaga di awal untuk membantu project ini. Dan terpaksa, pekerjaan saya yang lain pun terkatung. Begitulah indah-pahitnya sebuah pilihan!
Selanjutnya saya percaya, bahwa ketulusan bekerja untuk orang lain akan selalu mendapatkan hikmahnya yang manis, dari Tuhan, alam semesta, dan juga manusia. Terima kasih kawan....
Dirgahayu Indonesiaku yang ke-68!
Friday, August 02, 2013
"Saat Itu, Ibuku Menangis"
yang damai bersemayam di bawah pohon ketapang, tempat aku selalu menjengukmu, saat pulang, atau saat akan pergi sekalipun. Sulit membedakan apakah aku sedang pulang atau pergi--ketika semua risalah hidupku ditakdirkan untuk selalu pergi dan berjelajah, sehingga semua hal begitu asing dalam hidupku. Aku seperti sudah dipasrahkan menjadi anak panah bagi angin yang bergemuruh dari semua arah. Saat ini, aku tiba-tiba ingat semua hal tentang masa kecil, tentang Ibu, tentang (alm.) Ayah yang lamat-lamat kita gambar pada segumpalan benang bernama memori, saat aroma lebaran tiba-tiba menyeruak, yang kita bikin seru dengan tawa atau kebengalan kita masing-masing.....
Dari kamar kostku, di sebuah kota yang sangat kau pahami, aku duduk, berkemas; pikiranku berada di antara rumah, ibukota, pulang, pergi, negara orang, tanah kelahiran, rindu, cerita, Ibu--semua datang meringkusku tiba-tiba. Aku tidak bisa apa-apa selain menuliskannya saat ini, dan berharap engkau membacanya entah dengan cara apa. Pun aku yakin, Ibu sudah merasakannya, sebalum aku menuliskan catatan ini.
Dari kamar kostku, di sebuah kota yang sangat kau pahami, aku duduk, berkemas; pikiranku berada di antara rumah, ibukota, pulang, pergi, negara orang, tanah kelahiran, rindu, cerita, Ibu--semua datang meringkusku tiba-tiba. Aku tidak bisa apa-apa selain menuliskannya saat ini, dan berharap engkau membacanya entah dengan cara apa. Pun aku yakin, Ibu sudah merasakannya, sebalum aku menuliskan catatan ini.
Saturday, July 27, 2013
Ambiguitas Perdamaian Sipil
PEKAN-PEKAN ini, jika
Anda berkunjung ke Yogya, Anda akan menemukan suguhan menarik di ruang publik
yang layak diperbincangkan lebih serius, yaitu spanduk-spanduk yang bertebaran
di ruas-ruas jalan utama ataupun hanya selebaran-selebaran kecil yang
disebarkan melalui kertas photo copy seadanya.
Pesannya bernada
sama: “Rakyat Yogya Menolak Premanisme‘ atau “Yogya tanpa Preman‘.
Kalimat-kalimat tersebut antara lain: Sejuta Preman Mati, Rakyat Yogya Tidak
Rugi, Anda Sopan Kami Hormat, Anda Preman Kami Sikat, dan khusus
untuk pelajar, ada pesan begini: Ke Yogya belajarlah yang baik dan jadilah
warga yang baik. Yogya Nyaman Tanpa Preman.
Saturday, July 13, 2013
Mengkaji Perbedaan
Versi cetak dari tulisan ini ada di Suara Medeka
taken from www.suaramerdeka.com |
Hari-hari ini, kehidupan kita sedang berada pada titik
paling awas terhadap perbedaan. Perbedaan menjadi korpus sensitif yang banyak
mempengaruhi perspektif kita dalam memahami konflik dan sekaligus strategi perdamaian
di Indonesia. Artinya, terma perbedaan telah menjadi semacam lokus segala
hiruk-pikuk tragedi kekerasan khususnya yang menyangkut tentang agama dan
aliran kepercayaan, seperti dalam kasus Syiah di Sampang, Jawa Timur, misalnya.
Belajar dari kasus Syiah di Sampang, saya berhipotesis bahwa
perbedaan telah menjadi lokus yang selalu didendangkan oleh logika mainstream anak
bangsa dalam melihat konflik (atau potensi konflik) dan kekerasan di Indonesia.
Wednesday, June 19, 2013
Indeks Perdamaian Kota Itu Perlu
Versi cetak tulisan ini ada di KOMPAS, 26 Mei 2013
By
measuring the state of peace, we can further our understanding of the social,
political and economic factors that help develop more peaceful environments (IEP,
2013).
Hasil jepretan kawan Fathulloh Muzammiel |
Di tengah eskalasi kekerasan yang terjadi dalam satu dekade lebih di Indonesia, saya melihat kita perlu semacam indeks perdamaian kota untuk melihat skala kekerasan dan sekaligus peringkat kota damai di Indonesia.
Sejauh ini, kita belum konsisten membuat indeks berdasarkan indikator dan metode penelitian terpercaya. Indeks seperti ini diharapkan menjadi parameter yang memaparkan kondisi riil skala perdamaian di tiap kota sehingga data seperti itu bisa menjadi otokritik bersama demi membangun perdamaian di republik ini. Kita bisa belajar pada Institute for Economics and Peace (IEP) yang tekun merilis hasil penelitian seputar isu perdamaian dan terorisme setiap tahun. Pada 24 April 2013, lembaga yang bermarkas di Sydney dan punya cabang di New York ini kembali merilis The UK Peace Index yang resmi disiarkan Steve Killelea selaku pendiri/direktur eksekutif.
Monday, June 03, 2013
Caring is Friend #1
Mulai saat ini, saya ingin rajin menuliskan beberapa komentar, catatan (baik personal [tapi nggak personal banget] ataupun kritikan dari teman-teman [dekat atau jauh]). Karena saya disadarkan oleh kata-kata ajaib itu. Saya menyebutnya sebagai kata-kata ajaib dalam pengalaman dan pemahaman personal saya.
Untuk seri Caring is Friend #1 saya ingin mencuplik komentar dari seorang teman.
Untuk seri Caring is Friend #1 saya ingin mencuplik komentar dari seorang teman.
Thursday, May 30, 2013
Kekerasan Pemekaran Daerah
taken from http://www.jurnas.com |
Thursday, May 23, 2013
"Mainan" Pemekaran Wilayah
taken from http://www.suarakarya-online.com/ |
Di sini perlu dicermati hasil evaluasi dari pak Menteri. Untuk melihat secara proporsional tentang dampak pemekaran wilayah yang hingga hari ini terus didengungkan di beberapa daerah. Kesadaran untuk melihat secara kritis kasus ini adalah sebagai upaya untuk melihat sejauh mana efektifitas pemekaran daerah bagi kesejahteraan rakyat di daerah.
Modifikasi Diksi Mashuri
Dalam ranah kesusastraan khususnya puisi, Jawa Timur (Jatim) mempunyai
posisi yang khas dan distingtif. Jawa Timur tidak mempunyai bahasa pengucapan bersama
(locally legitimated languages) dalam puisi-puisi yang ditulis oleh para
penyairnya. Berbeda dengan Sumatera Barat yang menjadikan bahasa pantun dan balutan
dendang sebagai lokus pengucapan atupun Jawa Barat dengan eksplorasi basis folklor
dan idiom-idom natural yang setali tiga uang dilakukan oleh beberapa penyair Lampung,
ataupun daerah-daerah lain yang kecenderungan puisi-puisinya mempunyai satu
aras pengucapan bersama melalui bahasa yang nyaris mainstreaming dalam
konteks lokal-mereka, seperti juga mudah ditemukan dalam puisi-puisi penyair Bali.
Wacana di atas muncul dalam sebuah diskusi buku kumpulan puisi karya
Mashuri berjudul Munajat Buaya Darat (MBD) di Pendopo LKiS, Yogykarta,
21 Mei kemarin, yang sekaligus dirayakan dengan lelang buku dan malam amal
untuk Fahrudin Nasrulloh, salah satu seniman dan sastrawan Jawa Timur yang
tengah terbaring di rumah sakit.
Saturday, May 18, 2013
"Pak, Dia Harus Bisa Baca-Tulis!"
Malam ini saya ikut meramaikan acara Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN) 2013, setelah dari pagi hingga sore ikut kongkow bersama GusDurian di LKiS. Saya bantu apapun yang bisa saya lakukan di tempat acara, seperti ikut membagikan flayer. Acara serupa ini selalu ingin saya sambangi--dan beberapa kegiatan khususnya yang mempromosikan kesetaraan, nirkekerasan, perdamaian, dan isu sejenis.
Sunday, April 21, 2013
Dan Ajal pun Tak Pernah Membunuh Visi
foto dari fb tasyriq |
Tuesday, April 16, 2013
Twitter (dan Dunia) yang Blingsatan
Sejak saya ikut bergaul dengan Twitter sekitar bulan Maret tahun 2010, pengalaman pertama saya tidak terlalu mengesankan. Saya mencoba ikut bikin akun Twitter karena pada waktu itu Obama berkampanye melalui akun jejaring sosial berlambang burung Larry itu. Pelan-pelan tapi pasti, saya menemukan arti Twitter ketika menyadari ihwal kecepatan informasi yang tumpah blingsatan begitu saja dari seantero dunia. Dari situ kemudian saya merasa ternyata Twitter menjadi salah satu satu media yang bisa dirujuk untuk menengok informasi yang berlarian itu. Bahkan akun ini sangat leading dalam hal updating berita terbaru berupa berita dadakan (breaking news) dan sebagainya.
Apresiasi Perdamaian Sipil
Versi cetak tulisan ini dimuat di Suara Merdeka, 16 Apri 2013
Dalam minggu-minggu ini, jika berkunjung ke wilayah DIY,
terutama kota Yogyakarta Kabupaten Sleman, Anda menemukan suguhan menarik di
ruang publik yang layak diperbincangkan lebih serius, yaitu kebertebaran
spanduk di sejumlah ruas jalan utama ataupun hanya selebaran kecil yang
disebarkan melalui kertas fotokopi seadanya.
Nada pesan pada spanduk atau selebaran itu sama, yaitu rakyat Yogyakarta menolak premanisme. Penjabaran itu antara lain lewat kalimat, ’’Sejuta Preman Mati, Rakyat Jogja Tidak Rugi’’, ’’Anda Sopan Kami Hormat, Anda Preman Kami Sikat’’, dan agaknya ada pesan khusus untuk pelajar, ’’Ke Jogja Belajarlah yang Baik dan Jadilah Warga yang Baik. Jogja Nyaman Tanpa Preman’’.
Selain spanduk dan selebaran, di Yogyakarta banyak aksi yang secara khusus menolak segala bentuk kekerasan dan premanisme, baik yang dilakukan oleh kelompok pemuda maupun antaraliansi. Respons yang ditunjukkan warga Yogyakarta, jika bisa dikatakan demikian, adalah buntut dari kemerebakan kasus premanisme dalam satu tahun terakhir ini. Pemicunya adalah penganiayaan yang menewaskan anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan Kartasura Sukoharjo Serka Heru Santoso di Hugo’s Cafe Sleman pada Selasa (19/3). Insiden itu berlanjut pada eksekusi beraroma balas dendam terhadap 4 pelaku di LP Cebongan Sleman.
Mencermati respons masyarakat Yogyakarta terhadap premanisme, saya ingin kembali menelisik litani sejarah senada, yaitu operasi khusus yang dikenal sebagai penembakan misterius (petrus) tahun 1980-an yang bertujuan memberantas preman di Yogyakarta. Sejarah mencatat bahwa operasi itu konon dilancarkan oleh pemerintah, dan merembet ke beberapa kota di Jateng.
Yogyakarta menjadi salah satu daerah operasi pembunuhan banyak orang ’’tertuduh’’ preman, yang waktu itu kerap disebut gali (dari akronim gabungan anak liar) kelas kakap, tanpa melalui proses peradilan atau pembuktian semestinya. Terapi kejut berhasil menyiutkan nyali para gali, sekaligus menebar ancaman bagi warga.
Menarik mengutip penjelasan Muh Najib Azca, peneliti dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM yang tersiar pada beberapa media massa dalam dua minggu terakhir. Ia mengatakan bahwa sejarah gali (preman) di Yogyakarta berawal dari massa satuan tugas (satgas) partai pada masa Orba, yang merekrut preman untuk kepentingan politik. Semisal Golkar pada masa lalu memiliki organisasi sayap Satgas Pasukan Khusus Cakra, PPP dengan Gerakan Pemuda Kakbah (GBK), dan PDI merekrut preman berbasis wilayah di Yogyakarta.
Dalam perkembangannya, premanisme di Yogyakarta berafiliasi dengan sejumlah kelas sosial yang bisa dikategorisasikan dalam beberapa kelompok menurut basis mereka; dari preman berbasis etnis, preman pasar, preman mahasiswa (biasa dilakoni mahasiswa drop out), hingga preman siswa/ pelajar. Basis dan kelompok mereka berjejaring satu sama lain menurut jenjang dan pengalaman masing-masing.
Di tengah fenomena pembiaran terhadap gejala patologi sosial berkelanjutan itu, bibit premanisme terus berkembang sejalan eksklusivitas kota. Akhirnya premanisme, ataupun gembong kekerasan lain, yang ’’dipelihara’’ oleh negara menjadi bom waktu yang hanya menunggu meledak atau diledakkan. Fakta di Jakarta pada akhir 2012 menjadi salah satu indikator bagaimana modus operandi premanisme sangat mengancam keamanan dan perdamaian warga Ibu Kota.
Respons warga Yogyakarta dengan membentangkan spanduk dan slogan mengecam premanisme adalah perspektif tindakan simbolik tentang perdamaian sipil. Perdamaian sipil dalam konteks Yogyakarta bisa dipahami sebagai proses peacemaking yang ditunjukkan secara persisten untuk mendialogkan tragedi kekerasan dan teror yang mengancam rasa aman mereka.
Rakyat Yogyakarta ingin menjaga perdamaian sebagai bentuk self-defense terhadap aneka bentuk kekerasan. Kekerasan masif tersebut muncul sebagai tindakan di luar kultur mereka, di tengah kemelemahan dan ketidakhadiran negara dalam banyak kasus kekerasan di akar rumput.
Mediasi Terbuka
Sikap rakyat Yogyakarta yang ditunjukkan secara simbolik adalah sebentuk upaya awal yang coba mendekatkan diri pada proses dialog, mediasi, dan konsolidasi, terutama dalam internal masyarakat. Namun, slogan seperti itu, dan bahkan selebaran yang disampaikan langsung oleh Hamengku Buwono X, harus cepat-cepat dimediasi secara terbuka.
Artinya tak cukup hanya itu, tapi perlu menghadirkan kelompok-kelompok yang sedang dalam ketegangan dan perselisihan (dispute). Artinya, rakyat Yogyakarta dan pemda jangan hanya bersembunyi di balik slogan dan spanduk yang mengutuk dan menolak segala bentuk premanisme.
Sebagai sebuah inisiasi, saya sepakat dengan respons masyarakat Yogyakarta sejauh ini. Artinya, mereka menunjukkan diri sebagai pihak yang ingin menjaga dan mempromosikan perdamaian, baik untuk warga sendiri maupun pendatang. Bila langkah mereka hanya berhenti pada sebentuk slogan dan spanduk, saya khawatir tindakan ini tidak akan selesai. Publik akan menilai sebagai langkah tanggung, bahkan bisa menganggap sebagai ìprovokasiî yang lebih halus melalui media. Akibatnya, proses rekonsiliasi dan dialog asertif yang terbuka tidak pernah tercapai. Jika kekhawatiran terakhir ini yang mewujud maka akan melahirkan kecurigaan sosial dan prasangka yang menjurus pada segregasi dan pengkotak-kotakkan sosial.
Monday, April 15, 2013
Telaah Perjumpaan Islam-Kristen
Studi sejarah ihwal dua agama besar dunia (Islam-Kristen)
selalu berada dalam pusaran magnet yang hebat. Ia ditulis untuk membongkar lipatan
demi lipatan linimasa lalu yang sengaja tak dituliskan (atau belum dituliskan) demi
kepentingan faksi yang ingin kerunyaman dengan memanfaatkan penulisan sejarah. Namun
sejarah akan selalu ditulis untuk melengkapi serangkaian peristiwa yang bolong
dan sekaligus, seperti diingatkan oleh Gustave Flaubert, agar kita terhindar
dari umpatan-umpatan terhadap masa kita sendiri. Juga, umpatan-umpatan kebencian
yang kerap mengiringi perjalanan dan interaksi antar pemeluk dua agama di atas.
Thursday, April 04, 2013
Suatu Waktu di Benteng Somba Opu
aku kembali menyaksikan
sebuah irama
daun-daun kering
yang diremas
dan batu-batu tua
yang ditinggalkan
menjadi tebing
bagi para pendaki
waktu
menghilangkan arah
di sini ada bau mesiu
pada aliran sungai
kecemasan
tanpa hilir
Sulsel, 2012/2013
sebuah irama
daun-daun kering
yang diremas
dan batu-batu tua
yang ditinggalkan
menjadi tebing
bagi para pendaki
waktu
menghilangkan arah
di sini ada bau mesiu
pada aliran sungai
kecemasan
tanpa hilir
Sulsel, 2012/2013